- Adalah Kongres AS yang mendesak Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar berkomitmen mengakui Rohingya.
- NUG berjanji mengubah undang-undang jika berkuasa.
- Namun di tubuh NUG terdapat aktivis yang menolak eksistensi Rohingya sebagai ras.
JERNIH — Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), Kamis 3 Juni, membuat manuver politik untuk mengundang simpati internasional dengan mengakui hak Muslim Rohingya sebagai warga negara Myanmar.
“Orang-orang Rohingya berhak atas kewarganegaraan berdasarkan undang-undang yang sesuai norma hak asasi mansuia dan prinsip negara federal demoktratis,” demikian pernyataan NUG.
NUG adalah pemerintahan bayangan Myanmar, yang dibentuk politisi pemenang pemilu yang tidak diakui rejim militer Myanmar. Sebelum militer menolak mengakui hasil pemilu dan mengambil alih pemerintahan, orang-orang yang ada di NUG juga menolak eksistensi Rohingya sebagai bagian Myanmar.
Kini, NUG — dalam pernyataan resminya — menyarankan agar UU Kewarganegaraan 1982 dicabut setelah konstitusi baru dibuat. UU Kewarganegaraan 1982 telah disalah-gunakan yang membuat Rohingya tanpa kewarganegaraan di tanahnya.
Sejak dibentuk April lalu, NUG menghadapi tekanan untuk mengatasi masalah Rohingya. Selama dengar pendapat tentang krisis yang berlangsung di Myanmar oleh Komite Urusan Luar Negeri Kongres AS, 4 Mei lalu, NUG ditantang berkomitmen mengakui Rohingya sebagai warga negara Myanmar.
“Apakah pemerintah ini akan memberi dokumen kewarganegaraan kepada semua Rohingya yang lahir di Burma atau kamp pengungsi,” Brad Sherman, anggota Kongres AS, bertanya kepada Kyaw Moe Tun — perwakilan tetap Myanmar untuk PBB.
Berbicara atas nama NUG, Kyaw Moe Tun menyarankan kebijakan pemerintah paralel akan didasarkan pada undang-undang yang ada, meski dalam bentuk yang dubah.
Brad Sherman merespon pernyataan Kyaw Moe Tun dengan mengatakan; “Itu sama saja pemerintah pasca-Nazi mengatakan akan menjalankan hukum Jerman yang ada.”
Pertemuan itu juga membahas masalah lain yang mengganggu. Pemerintahan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partainyu Aung San Suu Kyi, sebelumnya cenderung membela militer yang melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya.
Kasus genosida Muslim Rohingya dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional, dan Aung San Suu Kyi dengan keras membantah semua tuduhan. Semua itu dilakukan Suu Kyi semata agar hubungannya dengan militer terjaga.
Kini, NUG berusaha menjauhkan diri dari NLD dengan mengatakan bersedia merujuk masalah itu ke Pengadilan Kriminal Internasional.
“Kami bermaksud, jika diperlukan, memulai proses memberikan yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional atas kejahatan yang dilakukan Myanmar terhadap Rohingya dan komunitas lainnya,” kata Kyaw Moe Tun.
Langkah NUG diperkirakan menimbulkan kontroversi dikalangan aktivis anti-rezim militer, karena sebagian besar dari mereka tetap menolak mengakui Rohingya sebagai salah satu ras nasional Myanmar.
NUG mengabaikan kekhawatiran itu. Mereka yakin dalam situasi saat ini banyak yang mungkin lebih menerima seruan Rohingya buth keadilan dan pengakuan sebagai warga negara.
“Seluruh bangsa bersimpati dengan penderitaan Rohingya, karena seluruh masyarakat Myanmar kini mengalami kekejaman dan kekeraan militer,” kata NUG.