Site icon Jernih.co

Pemilu di Georgia: Pertarungan Demi Masa Depan AS

Saat ini Republik menguasai 50 kursi, Demokrat 48 kursi. Dengan dua kursi tambahan, Demokrat akan mengimbangi Republik 50:50. Dalam situasi seimbang itu, yang akan menentukan adalah suara wakil presiden AS.

JERNIH–Api abadi di King Center di Atlanta, ibukota negara bagian Georgia, tetap menyala tanpa terusik kampanye pemilu sengit yang sudah berlangsung selama berminggu-minggu. Api abadi itu adalah pengingat perjuangan aktivis hak-hak sipil kulit hitam Martin Luther King Jr., yang memimpikan dunia yang lebih adil. Perjuangan itu merenggut nyawanya pada usia 39 tahun, ketika dia dibunuh tahun 1968.

Kareem dan Jessica Sterling adalah pengunjung tetap api abadi itu. Terutama hari-hari ini yang sangat dingin di Georgia. “Kita harus selalu ingat, sejauh mana kita telah berhasil. Kita tidak boleh berhenti memperjuangkan hak-hak kita,” kata Kareem.

Keluarga Sterling termasuk warga yang kosmopolitan. Mereka berbicara dengan antusias tentang Hamburg dan Berlin, tentang Eropa. Tetapi mereka sekarang khawatir dengan situasi politik di negara mereka sendiri. “Banyak yang dipertaruhkan (dalam pemilu ini). Sangat banyak. Kami membutuhkan sistem sosial yang baik, adil dan mendukung kami semua,” kata Kareem.

Pemungutan suara Selasa (5/1) di Georgia memperebutkan dua kursi di Senat AS. Jika kubu Demokrat memenangkan kedua kursi itu, perimbangan kekuatan di Senat AS yang selama ini dikuasai Partai Republik akan berubah. Saat ini Republik menguasai 50 kursi, Demokrat 48 kursi. Dengan dua kursi tambahan, Demokrat akan mengimbangi Republik 50:50. Dalam situasi seimbang itu, yang akan menentukan adalah suara wakil Presiden AS.

Kampanye pemilu tanpa henti di Georgia

Sam Demney berasal dari Washington DC, namun saat ini berada di Atlanta, yang selama beberapa dekade merupakan jantung komunitas Kulit Hitam. Dia datang ke sini minggu lalu. Biasanya, dia bekerja di sebuah lembaga pemikiran–tapi kali ini dia ke Georgia untuk berkampanye. Dia berjalan dari rumah ke rumah dan berbicara dengan orang-orang di jalan, mencoba membujuk mereka untuk memilih.

Dia tidak ragu-ragu tentang di sisi mana dia berdiri secara politik–dia berjuang untuk Demokrat. “Jika Demokrat tidak mendapatkan mayoritas di Senat, Partai Republik akan memblokir semua proyek besar, dari paket bantuan ekonomi hingga imigrasi hingga perlindungan iklim,”kata dia.

Sam Demney melukiskan gambaran suram tentang peluang politik presiden Joe Biden, jika Senat tetap dikuasi oleh Partai Republik: “Maka Joe Biden akan kalah sejak hari pertama.”

Akankah Partai Demokrat berhasil menggalang dukungan, seperti yang mereka lakukan dalam kampanye pemilihan Presiden November lalu? Bisakah mereka memenangkan dua kursi Senat yang diperebutkan?

Pertarungan masih sangat ketat dan sulit diprediksi hasinya. Dan kemungkinan hasil pemungutan suara ini juga tidak akan segera terlihat pada Selasa malam begitu pemungutan suara usai. Sebab penghitungan suara diperkirakan bisa berlangsung selama berhari-hari.

Yang jelas, di Washington DC pada 6 Januari akan dilakukan pemilihan resmi presiden baru AS. Donald Trump masih menganggap dialah yang memenangkan pemilu kepresidenan, dan menuduh Demokrat mencurangi proses penghitungan suara, tanpa punya bukti-bukti yang mendukung tuduhannya.

Sekalipun puluhan gugatan yang diajukan kubu Republik untuk membatalkan hasil pemilihan presiden ditolak di berbagai pengadilan karena tidak ada bukti kuat, Trump dan beberapa pendukung setianya tetap bertekad menentang keputusan majelis pemilihan yang memenangkan Joe Biden.

Salah satu pendukung Trump adalah Ted Cruz, anggota Senat dari Texas. Dia disebut-sebut berambisi untuk mencalonkan diri dalam pemilu presiden tahun 2024. Ted Cruz juga datang ke Georgia untuk berkampanye. Di depan kerumunan pendukungnya dia berjanji, jika kedua kursi Senat itu benar direbut wakil-wakil dari Demokrat: “Kami tidak akan pergi diam-diam di malam hari.” Kumpulan pendukung Republik yang hadir pun bertepuk penuh antusias. [Deutsche Welle]

Exit mobile version