- Dunga, mantan kapten timnas Brasil, mengatakan yang bisa mengalahkan Brasil adalah Brasil.
- Brasil berpotensi dikalahkan oleh politik saling benci pendukung Bolsonaro dan Lula da Silva.
JERNIH — Salah satu slogan Piala Dunia 2022 adalah ‘sepak bola itu menyatukan’. Di timnas Brasil, politik dalam negeri memecah tim itu sedemikian tajam.
Perpecahan terlihat saat Brasil mengalahkan Serbia 2-0. Ketika Neymar keluar lapangan terpincang-pincang, dan kemungkinan absen dari Piala Dunia 2022, sebagian orang Brasil berpesta.
Sebagian orang itu adalah pendukung calon presiden Luiz Inacio Lula da Silva, yang mengalahkan inkumben Jair Bolsonaro dalam pemilu presiden baru-baru ini.
Neymar adalah pendukung Bolsonaro, dan secara terbuka aktif berkampanye di media sosial sebelum pemilu presiden. Akibatnya, Neymar menjadi sosok paling dibenci pendukung Lula da Silva.
“Ini memalukan,” kata gelandang Casemiro kepada wartawan. “Bagaimana mungkin sebagian orang di Brasil gembira melihat orang lain menderita.”
Neymar, menurut Casemiro, adalah orang yang banyak membantu orang lain. “Ia berhati besar, dan tidak pantas mendapatkan kebencian karena perbedaan pandangan politik,” kata Casemiro.
Brasil datang ke Piala Dunia 2022 dengan semua bakat terbaiknya. Namun, Brasil — menurut Dunga, mantan kapten timnas Brasil di Piala Dunia 1994 — hanya bisa dikalahkan oleh Brasil.
Jika Brasil gagal lagi di Piala Dunia 2022 Qatar, pengamat akan mengarahkan telunjuk ke perpecahan politik di dalam negeri negara itu yang mengerucut pada sosok Jair Bolsonaro dan Lula da Silva.
Politik saling membenci pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa, dan slogan sepak bola itu menyatukan hanya omong kosong.