Penemuan yang dipublikasikan dalam jurnal Clinical Infectious Diseases itu juga mengungkapkan bahwa SARS-CoV-2 dengan mudah bertahan hidup lebih lama daripada virus influenza A (IAV) pada kulit manusia
JERNIH– Sebuah laporan baru yang diumumkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menemukan bahwa sekitar 25 persen orang Amerika tidak mencuci tangan pada saat-saat kritis, seperti setelah bersin, batuk dan membuang ingus.
Dalam mengumpulkan data, badan tersebut memeriksa perilaku mencuci tangan melalui survei nasional, sebelum dan selama pandemi virus corona yang sedang berlangsung.
Para pria, kalangan dewasa muda berusia delapan belas hingga dua puluh empat tahun, dan orang dewasa kulit putih non-Hispanik, paling sering membutuhkan pengingat untuk membersihkan tangan, kata laporan itu. “Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mempromosikan cuci tangan yang sering selama pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung, terutama setelah batuk, bersin, dan buang ingus,”tulis laporan tersebut.
“Para pria, kalangan dewasa muda, dan orang dewasa kulit putih terus cenderung tidak ingat untuk mencuci tangan, meskipun ada perbaikan yang dilakukan dari 2019 hingga 2020.”
Laporan tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan orang ingat untuk mencuci tangan setelah menggunakan kamar mandi. Pada 2019 dan 2020, lebih dari 85 persen responden mencuci tangan setelah menggunakan kamar mandi di rumah, dan 95 persen melakukan hal serupa setelah menggunakan toilet umum.
Pada tahun 2019, 63 persen responden mencatat bahwa mereka mencuci tangan sebelum makan di rumah, 55 persen melakukan hal yang sama di restoran, dan 53 persen melakukannya setelah batuk, bersin, atau membuang ingus.
Setelah wabah virus korona, lebih banyak orang melaporkan mencuci tangan, tetapi masih kurang dari yang diinginkan para ahli medis — 74 persen untuk makan di rumah, 70 persen untuk makan di restoran, dan 71 persen untuk setelah batuk, bersin, atau membuang ingus.
Laporan yang membuka mata ini muncul setelah sebuah penelitian baru-baru ini di Jepang yang menemukan bahwa virus corona dapat bertahan hidup di kulit manusia hingga sembilan jam.
Penemuan yang dipublikasikan dalam jurnal Clinical Infectious Diseases itu juga mengungkapkan bahwa SARS-CoV-2 dapat dengan mudah bertahan hidup lebih lama daripada virus influenza A (IAV) pada kulit manusia, yang mampu bertahan selama kurang lebih dua jam.
Virus Corona kemudian bercampur dengan lendir dari batuk atau bersin, dan apa yang ditemukan para peneliti dari Universitas Kedokteran Prefektur Kyoto, adalah penularannya dapat bertahan lebih lama — sekitar sebelas jam. “Studi ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin memiliki risiko penularan kontak yang lebih tinggi (yaitu penularan dari kontak langsung) daripada IAV karena yang pertama jauh lebih stabil pada kulit manusia (daripada yang terakhir),” tulis laporan itu, menyimpulkan temuan mereka melalui model kulit yang menggunakan sampel kulit manusia yang diperoleh dari otopsi baru-baru ini.
“Temuan ini mendukung hipotesis bahwa kebersihan tangan yang benar, penting untuk pencegahan penyebaran SARS-CoV-2.” [Ethen Kim Lieser /The National Interest]
Ethen Kim Lieser adalah Editor Sains dan Teknologi yang berbasis di Minneapolis. Pernah bekerja di Google, The Korea Herald, Lincoln Journal Star, AsianWeek, dan Arirang TV.