- Perlu banyak penelitian lanjutan untuk menemukan banyak bukti yang memperkuat pendapat ini.
- Sebab, penyakit demam juga bisa menurunkan produksi sperma.
JERNIH –– Sebuah studi terbaru menunjukan Covid-19 dapat merusak kualitas sperma, dan mengurangi kesuburan pria.
Hasil studi yang ditulis dan dipublikasikan jurnal Reproduction menyebutkan Covid-19 ditularkan melalui tetesan pernafasan, dapat menyerang paru-paru, ginjal, usus, jantung, dan menginfeksi organ reproduksi pria, merusak perkembangan sperma, dan mengganggu hormon reproduksi.
“Temuan ini memberikan bukti eksperimental langsung pertama bahwa sistem reproduksi pria dapat menjadi sasaran yang dirusak Covid-19,” demikian kesimpulan penulis studi itu.
Sejak muncul di Cina akhir 2019, Covid-19 telah menginfeksi 100 juta penduduk dunia, dan belum ada tanda-tanda akan mereda. Banyak negara telah meluncurkan vaksinasi, tapi kasus terinfeksi belum turun.
Peneliti menemukan reseptor sama, yang digunakan virus untuk mengakses jaringan paru-parau, ditemukan di testis Behzad Hajizadeh Maleki dan Bakhtyar Tartibian dari Universitas Justus-Liebig, Jerman, mencari penanda biologis yang mungkin menunjukan dampak negatif pada kesuburan.
Analisis yang dilakukan pada interval 10 hari selama 60 hari pada 84 pasien pria pengidap Covid-19, dan dibandingkan dengan data 105 pria sehat, sel sperma menunjukan peningkatan signifikan yang menandakan peradangan dan sterss oksidatif.
Ketidak-seimbangan kimiawi ini dapat merusak DNA dan protein di dalam tubuh.
“Efek pada sel sperma dikaitkan dengan kualitas sperma yang lebih rendah dan potensi kesuburan yang berkurang,” kata Maleki dalam pernyataannya.
Meski efek ini cenderung membaik dari waktu ke waktu, tapi tetap signifikan dan abnormal lebih tinggi pada pasien Covid-19.
“Semakin parah penyakitnya, kian besar perubahannya,” kata Maleki.
Sistem reproduksi pria dianggap sebagai jalur rentan terhadap infeksi Covid-19, dan dinyatakan sebagai organ berisiko tinggi oleh WHO.
Para ahli yang tidak terlibat alam penelitian menyambut baik penelitian ini, tapi memperingatkan betapa masih diperlukan banyak penelitian lagi untuk menarik kesimpulan pasti.
“Pria harus tidak perlu khawatir,” kata Alison Campbell, direktur embriologi CARE Fertility Group di Inggris.
Sampai saat ini, kata Campbell kepada Science Media Center, tidak ada bukti pasti kerusakan jangka panjang pada sperma yang disebabkan Covid-19.
“Hasilnya bisa saja berbeda antara laki-laki yang sembuh dari Covid-19 lewat pengobatan kortikosteroid dan terapi antivirus, dengan yang tidak,” katanya.
Allan Pacey, spesialis pengobatan reproduksi pria Universitas Sheffield, mengajukan kehati-hatian yang kuat tentang bagaimana data penelitian ini diinterpretasikan.
Menurutnya, indikator penurunan kualitas sperma bisa jadi karena faktor di luar Covid-19. Ia juga mencatat banyak pria dalam kelompok Covid-19 yang kelebirah berat badan.
Fakta sederhana lainnya adalah hanya satu kelompok yang sakit parah yang juga perlu diperhitungkan. “Penyakit demam juga dapat berdampak pada produksi sperma, apa pun penyebabnya,” kata Paccey.