Site icon Jernih.co

Syarief Hasan Ingatkan Potensi Gagal Bayar Utang RI

Makanya, dia meminta pemerintah segera memperhatikan kondisi keuangan negara dan melakukan langkah penekanan terhadap utang. Soalnya, pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan justru membuat utang Indonesia terus membengkak.

JERNIH-Berdasar catatan Kementerian Keuangan, hutang republik ini sudah menyentuh angka Rp 7.014 triliun, per Februari 2022, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik jadi 40,17 persen.

Dalam keterangan resminya pada akhir Maret lalu, utang itu terbagi menjadi dua bagian besar yakni, surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Sedangkan surat utang, totalnya mencapai Rp 6.164 triliun atau 87,88 persen dari total utang negeri ini.

Surat berharga negara sendiri, mencatat utang dengan mata uang rupiah senilai Rp 4.901 triliun dengan rincian yakni, surat utang negara (SUN) sebeasr Rp 4.054 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) senilai Rp 847 triliun. Selanjutnya, surat utang yang berdenominasi valuta asing sebanyak Rp 1,262 triliun dengan rincian SUN Rp 978 triliun dan SBSN Rp 282 triliun.

Sedangkan pinjaman saat ini, ada di posisi Rp 850 triliun atau 12,12 persen dari total utang yang ada dan terbagi menjadi dua antara lain, dari dalam negeri senilai Rp 13,27 triliun dan luar negeri sebanyak Rp 837 triliun.

Pinjaman dari luar negeri itu, didapat dari sejumlah sumber mulai dari kerja sama bilateral sebesar Rp 294 triliun, multilateral Rp 499 triliun dan perbankan komersial Rp 43 triliun.

Satu bulan sebelumnya yakni pada Januari 2022, utang Indonesia ada di posisi Rp 6.919 triliun dengan rasio terhadap PDB 39,63 persenMenyikapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menilai bahwa pemerintah tak mampu menekan penggunaan utang dan mengelolanya dengan baik.

Dia bilang, Badan Pemeriksa Keuangan RI pun sudah beberapa kali mengingatkan potensi gagal bayar utang itu, dengan menyebutkan terjadi tren penambahan utang dengan biaya bunga melampaui PDB sehingga berbahaya bagi kondisi fiskal nasional.

Syarief juga mengatakan, hingga saat ini pengelolaan keuangan negara makin memprihatinkan. Sebab dari berbagai kajian akademis menunjukkan, rasio devt service terhadap penerimaan mencapai 46,77 persen dan rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan mencapai 19,06 persen, dan sudah melampaui rekomendasi International Monetarry Fund (IMF).

Makanya, dia meminta pemerintah segera memperhatikan kondisi keuangan negara dan melakukan langkah penekanan terhadap utang. Soalnya, pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan justru membuat utang Indonesia terus membengkak.

“Pemerintah harusnya mengurangi agenda yang tidak urgent dan menyerap anggaran besar, seperti pembangunan IKN dan infrastruktur lain yang menyebabkan kenaikan utang hingga Rp 7.014 Triliun,” ujarnya.

“Selama ini, pembangunan infrastruktur yang belum krusial terus masif dilakukan dan menyedot banyak anggaran negara. Padahal, Pemerintah harusnya lebih memprioritaskan penumbuhan dan penguatan ekonomi nasional sehingga mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri,” kata Syarief Hasan.[]

Exit mobile version