Site icon Jernih.co

Takut Dewa Murka, Penduduk Desa di India Menolak Vaksinasi

JERNIH — Petugas kesehatan mendirikan kamp vaksinasi di Malana, desa terpencil di Himalaya negara bagian Himachal Pradesh, India, dan siap memvaksinasi 2.200 penduduk desa.

Namun, hanya 36 orang yang datang bersedia disuntik. Lebih 2.000 lainnya tak menyambangi lokasi vaksinasi, atau mungkin bersembunyi karena takut dipaksa.

Meski hanya 36 orang yang bersedia divaksin, petugas kesehatan sudah merasa mendapatkan sesuatu yang istimewa. Setidaknya, ada penduduk yang bersedia divaksin.

Selama berbulan-bulan, penduduk Malana menolak divaksinasi karena dewan desa, sebuah otoritas keagamaan, menghalangi upaya inokulasi. Alasannya, mereka takut Jagadamani Rishi — dewa yang disembah penduduk desa — tidak setuju.

Menurut penduduk desa, butuh ritual lima bulan; berupa doa dan petisi bagi dewa untuk menyampaikan persetujuannya kepada dewan. Izin dewa datang pertengahan Mei, ketika India mengalami gelombang kedua pandemi virus korona yang menyengsarakan.

Meski izin dewa telah muncul, hanya 1,8 persen penduduk desa bersedia menerima vaksinasi. Alasan penduduk menolak vaksinasi adalah Jagadamani Rishi berbicara kepada mereka secara langsung melalui seorang wanita ‘miliknya’ dua hari sebelum pendirian kamp vaksinasi 22 Mei.

Jagadamani Rishi, melalui wanita itu, mengatakan agar penduduk menghindari vaksin karena dia melindungi desa dengan kekuatannya.

Takhayul, Misinformasi

Para ahli mengatakan situasi ini tidak hanya terjadi di Malana, tapi di banyak desa lainnya di India. Penduduk desa bukan ragu, atau menerima informasi yang salah, tapi bergantung pada izin dewa atas apa yang mereka lakukan.

Di negara bagian Maharasthra, suku Palghar percaya mereka tidak dapat terinfeksi karena bekerja di bawah sinar matahari. Komunitas Potraj di Ghats Barat India mengatakan Kadak Laksmini memberi tahu mereka bahwa mereka tidak perlu mengambil vaksin.

Di Distrik Sirohi Rajashtan, suku yang tinggal di pegunungan Aravali menolak keras divaksin. Di sebelah timur negara bagian Jharkhand, sebagian besar suku juga menolak dan melakukan ‘havan’ — ritual suci untuk menjauhkan penduduk dari infeksi.

India memulai vaksinasi Januari 2021, dimulai dengan warga lanjut usia. Setelah menghancurkan kota-kota di India, gelombang kedua virus kini melanda desa yang sebagian besar tidak memiliki infrastruktur kesehatan.

Anant Bhan, peneliti yang mempelajari kesehatan global, bioetika, dan kebijakan kesehatan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasinya sangat mengkhawatirkan.

“Saat ini India tidak memiliki cukup vaksin. Entah bagaimana mereka mengelola stok. Yang pasti, upaya imunisasi tidak akan berhasil jika masalah stok tidak teratasi,” kata Bhan.

Diberkati Jamlu Devta

Malana adalah desa terkenal dengan ‘krim Malana’ — yaitu ganja paling mahal di dunia. Malana adalah desa di pusat wisata narkoba di Himachal Pradesh.

Terletak di dataran tinggi sempit, 2.650 meter di atas permukaan laut di antara lembah Parvati dan Kullu, desa ini dikelilingi tanaman ganja liar di sisi kiri dan sungai yang mengalir di sisi lainnya.

Tidak ada jalan beraspal yang mencapai desa. Penduduk melewati salju di musim dingin, dan lumpur di musim hujan.

Isolasi yang dipaksakan di Malana karena letak geografisnya, seiring waktu berkembang menjadi pengasingan menjauh dari dunia luar. Bahkan otoritas pemerintah lokal percaya pada aturan Jagadamani Rishi.

Hanya umat Hindu dari kasta istimewa diijinkan memasuki desa. Dalit, kasta tak boleh disentuh, Muslim dan Kristen, tidak diijinkan. Bahkan, jika orang-orang ini menyentuh tembok di Malana, mereka akan didenda.

Tidak ada kasus Covid-19 di Malana setelah satu tahun lebih pandemi. Ini menguatkan keyakinan bahwa penduduk memang dilindungi dewa, dan tidak butuh vaksin.

“Kami diberkati Jamlu Devta,” kata Sabheya Devi, penduduk Malana yang sangat yakin dewa melindungi mereka.

Jamlu Devta adalah nama lain yang digunakan penduduk untuk menyebut Jagadamani Rishi. Menurut mitologi Hindu, Jagadamani Rishi adalah satu dari tujuh resi besar yang disebut Saptarishi.

Sains vs Kepercayaan Lokal

Di India, sains sering bertabrakan dengan kepercayaan lokal. Penduduk desa percaya pengobatan modern bertentangan dengan budaya mereka.

Pada 2015, Nirma Devi menajdi satu-satunya petugas kesehatan masyarakat di Malana. Dia menjelaskan bagaimana vaksinasi polio untuk anak-anak, dan vaksinasi lainnya, direson denagn baik.

“Saat kamp pertama vaksinasi, hanya dua anak yang muncul. Orang tua tidak pernah setuju anak-anak mereka divaksinasi,” kata Devi. “Saya mengunjungi setiap rumah dan meyakinkan para orang tua. Sebulan kemudian sepuluh anak muncul.”

Pengalaman menarik Devi adalah setiap kali mendorong penduduk minum obat, zat besi atau vitamin, atau melahirkan anak di rumah sakit, penduduk akan bertanya; “Apa yang akan dikatakan Jamlu Devta?”

Devi juga percaya pada dewa lokal dan dia takut pada Jamlu Devta. “Jika Anda tidak setuju dengan kehendak Jamlu Devta, dewa akan merusak ladang Anda. Sesuatu akan terjadi pada keluarga Anda, atau Anda jatuh sakit,” kata Devi.

Sejak menjadi petugas keamanan, Devi tercerahkan tapi juga terombang-ambing antara sains modern dan takhayul. Tahun lalu, misalnya, dia harus meminta ijin Jamlu Devta untuk pergi ke rumah sakit merawat anggota keluarganya.

Selain takut pada Jamlu Devta, penduduk ragu divaksin karena beredar kabar vaksin dibuat dari darah sapi. Jika mereka mengkonsumsinya, mereka tidak murni dan tidak suci. Itu dosa.

“Mereka mendapat informasi dari WhatsApp dan YouTube,” kata Devi.

Jamlu Devta benar-benar berkuasa atas penduduk. Pekan ini dua wanita; Bhudhi Devi dan Kesri Devi, dirasuki Jamlu Devta dan memperingatakan penduduk desa agar tidak menerima vaksin.

Penduduk semakin yakin Jamlu Devta telah memperingatakan. Nirma Devi sang petugas kesehatan juga percaya.

Exit mobile version