Site icon Jernih.co

Uhamka Gelar Seminar Bahasa-Budaya Betawi, Chairil Gibran Ramadhan Terima PSB Uhamka Award 2025

Chairil Gibran, tengah, bersama para pembicara di Kampus Uhamka.

Chairil menjelaskan bahwa Melayu Betawi atau Melayu Rendah adalah ragam bahasa lisan yang populer pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sementara Melayu Tinggi atau Melayu Balai Pustaka merupakan bahasa formal yang menjadi dasar perkembangan Bahasa Indonesia. Chairil berharap pembahasan mengenai kedua ragam tersebut dapat disampaikan lebih komprehensif.

JERNIH– Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) menggelar Seminar Bahasa dan Budaya di Aula Gedung Ahmad Dahlan, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (12/11/2025). Acara yang diselenggarakan Pusat Studi Betawi (PSB) Uhamka ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Prof. Dr. Agus Suryadika, Dr. Desvian Bandarsyah, Dr. Tadjuddin Nur, Chairil Gibran Ramadhan, Yahya Andi Saputra, dan Erfi Firmansyah.

Seminar membahas perkembangan bahasa dan budaya Betawi, termasuk dinamika dialek, tradisi tutur, serta tantangan pelestarian budaya lokal di tengah modernisasi.

Pada pembukaan acara, PSB Uhamka memberikan Uhamka Award 2025 kepada sastrawan Chairil Gibran Ramadhan atas kiprahnya selama lebih dari dua dekade menulis karya bertema Betawi, Batavia, dan Jakarta. Ketua PSB Uhamka, Prof. Dr. Edi Sukardi, mengatakan penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi terhadap kontribusi dalam pengembangan bahasa, sastra, dan kebudayaan Betawi. “Ke depan, Uhamka Award akan terus diberikan kepada tokoh-tokoh yang layak menerimanya,” kata dia.

Dalam paparannya sebagai salah satu pembicara, Chairil menyoroti kurangnya dukungan negara terhadap penyebaran buku dan literatur budaya, yang menurutnya berbanding terbalik dengan besarnya anggaran untuk kegiatan hiburan. Ia juga menyampaikan pandangan terkait tema seminar, khususnya penggunaan istilah Bahasa Melayu Betawi dan Bahasa Melayu Tinggi. Chairil menilai definisi yang digunakan panitia kurang tepat karena tidak merujuk pada ragam bahasa pada masa kolonial.

Ia menjelaskan bahwa Melayu Betawi atau Melayu Rendah adalah ragam bahasa lisan yang populer pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sementara Melayu Tinggi atau Melayu Balai Pustaka merupakan bahasa formal yang menjadi dasar perkembangan Bahasa Indonesia. Chairil berharap pembahasan mengenai kedua ragam tersebut dapat disampaikan lebih komprehensif.

Sejumlah peserta menilai waktu penyelenggaraan seminar yang hanya berlangsung tiga jam membuat para pembicara harus menyampaikan materi secara singkat. Sesi tanya jawab pun tidak dapat berlangsung penuh karena keterbatasan waktu. Peserta berharap penyelenggaraan seminar berikutnya dapat dibagi menjadi dua sesi agar materi dapat dibahas lebih mendalam.

Chairil Gibran Ramadhan dikenal sebagai penulis yang sejak 1997 mempublikasikan karya bertema Betawi di berbagai media nasional. Ia menerbitkan sejumlah buku cerpen dan puisi, menjadi pemimpin redaksi Stamboel: Journal of Betawi Socio-Cultural Studies, serta terlibat dalam pengembangan berbagai aktivitas budaya, termasuk pendirian Museum Etnografi Orang Betawi. Ia juga tercatat sebagai orang Betawi pertama yang menjadi redaktur majalah sastra Horison.[]

Exit mobile version