Site icon Jernih.co

Uji Vaksin AstraZeneca Makan Korban Lagi

London — Uji calon vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca memakan korban lagi. Laporan perusahaan menyebutkan dua orang mengaku menderita gangguan neurologis serius.

AstraZeneca menerbitkan rincian uji coba Sabtu lalu, sebagai respon atas kritik kurangnya transparasi. Di sisi lain, banyak orang berharap pada calon vaksin hasil penelitian AstraZeneca dan Universitas Oxford.

Korban pertama uji coba jatuh sakit setelah menerima satu dosis calon vaksin eksperimental, Juli lalu. Sukarelawan adalah seorang wanita, yang didiagnosis menderita myelitis tranversal — penyakit inflamasi langka yang mempengaruhi sumsum tulang belakang.

Sukarelawan mengalami kelemahan, perubahan sensorik, dan disfungsi sistem saraf otonom. Juru bicara AstraZeneca mengatakan kepada media bahwa sukarelawan itu didiagnosa multiple sclerosis, dan uji coba dilanjutkan.

Wanita kedua penerima vaksin menderita komplikasi setelah dosis tindak lanjut, bulan ini. AstraZeneca tidak mengkonfirmasi diagnosisnya, tapi sebuah sumber mengatakan kepada New York Times bahwa wanita itu juga menderita myelinis transveral.

Pada 6 September uji coba dihentikan sementara, setelah wanita lainnya merasasakit. Sepekan kemudian uji coba yang berlangsung di Inggris, Brasil, India, dan Afrika Selatan, dilanjutkan. Di AS, uji coba lanjutan belum mendapatkan restu pemerintah.

AstraZeneca menguji vaksin kepada 18 ribu orang di seluruh dunia. Dalam dokumen internal, perusahaan itu menyebutkan penyakit yang dialami dua sukarelawan tidak mungkin terkait vaksin, atau tidak cukup bukti untuk mengatakan dengan pasti bahwa penyakit itu ada, atau tidak, terkait dengan vaksin.

Myelitis transveral adalah penyakit serius dan langka. Yang menarik adalah kasus ini berulang di antara peserta uji coba.

AstraZeneca menggunakan adenovirus monyet yang memiliki gen sama dengan virus korona penyebab Covid-19. Ini metode pengembangan vaksin yang belum diuji.

Berbeda dengan calon vaksin buatan AstraZeneca, Sputnik-V — vaksin buatan Gamaleya, Rusia — menggunakan adenovirus manusia sebagai vektor, pendekatan yang dipelajari secara ekstensif.

Exit mobile version