Jernih.co

Waspada! Kelompok Radikal ‘Serang’ Lembaga Negara

“Lembaga negara itu memang menjadi salah satu sasaran utama infiltrasi, menggunakan pola pergerakan yang dikenal dengan istilah Tholabun-Nusroh”

JAKARTA – Infiltrasi kelompok radikal telah sampai pada lini strategis pemerintahan. Karena itu, perlu untuk diwaspadai. Sebagaimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh jajaran TNI-Polri mewaspadai ideologi radikal yang berusaha dibawa ‘oknum’ penceramah ke dalam institusi negara tersebut.

Demikian dikatakan Sekertaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI), M. Najih Arromadloni, di Jakarta, Sabtu (5/3).

“Lembaga negara itu memang menjadi salah satu sasaran utama infiltrasi, menggunakan pola pergerakan yang dikenal dengan istilah Tholabun-Nusroh,” ujarnya,

Istilah Tholabun-Nusroh kerap digunakan oleh kelompok Hizbut Tahrir, dengan cara mengelabui pihak-pihak yang dianggap memiliki kekuatan dan dapat memberikan perlindungan. Sehingga institusi TNI-Polri dijadikan sasaran dalam melanggengkan visi menyebarkan paham radikal.

Baca Juga: Penundaan Pemilu Akan Menjadi Skandal Politik: Jokowi Paling Dirugikan

“Kelompok ini berusaha mengelabui tentara, polisi, anggota intelijen, dan lini strategis pemerintahan yang lain. Tentu saja yang harus diwasapadai karena kedepannya dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.

Kondisi itu juga dipengaruhi oleh semangat beragama dari masyarakat Indonesia yang kian hari kian tinggi, terbukti dengan banyaknya majelis dan pengajian mulai dari rumah hingga ke lingkungan instansi dan perkantoran.

Karena itu, semangat beragama yang tinggi, tentunya harus diimbangi dengan ilmu yang mumpuni, sebagaimana dalam Hadits Nabi bahwasanya Allah SWT membenci terhadap kebodohan.

“Artinya apa, orang yang semangat beragama juga harus semangat menambah ilmu, memperdalam ilmu agar dia beragama yang benar,” kata dia.

Cegah Penceramah Radikal

Ia juga menyoroti adanya oknum penceramah radikal yang mulai masuk dan menginfiltrasi aparat dan instansi negara melalui majelis dan pengajian.

“Kita mendapati fakta, di TNI yang nasionalismenya dianggap sudah paripurna itu ada 4 persen yang terpapar, sehingga bagaimana caranya harus dicegah dan dievaluasi,” kata Gus Najih.

Menurut dia, ada banyak faktor yang membuat instansi negara kerap ‘kecolongan’ sehingga menjadikan oknum penceramah dengan visi menyebarkan paham radikal sebagai narasumber dalam majelis. Salah satunya ketidaktahuan.

“Ada banyak faktor, salah satunya adalah faktor ketidaktahuan. Mungkin hanya berdasarkan bahwa si penceramah itu populer atau mudah diundang. Kedua, bisa jadi karena memang sudah terpapar,” katanya.

Baca Lagi: Menunggu Permintaan Maaf Zulkifli Hasan

Olehnya itu, perlu ditanamkan kesadaran dan pengetahuan kepada khusunya anggota serta keluarga ASN, TNI, dan Polri untuk dapat mengenali para pemuka agama moderat yang membawa kepada konsep agama sebagai rahmat.

“Sebetulnya tidak sulit, bisa saja dengan mendengarkan atau melihat rekaman ceramahnya di youtube atau media sosial di internet. Parameternya Islam yang ‘rahmatan lil alamin’,” ujar dia.

Karena itulah, sudah selayaknya para pemuka agama kembali mencontoh metode dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo dan para ulama Nusantara pendahulu, dalam rangka menyebarkan agama di tengah kondisi keragaman bangsa.

“Islam itu masuk ke Indonesia melalui akulturasi budaya, tanpa ada kekerasan, pemaksaan, tanpa ada upaya menjatuhkan atau menghina. Prosesnya pun sangat soft sekali, masuk melalui jalur kebudayaan, kekeluargaan, dan sebagainya,” kata Gus Najih.

Proses dakwah yang demikian menurutnya, dapat menjadikan agama Islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, dan kondisi sosial masyarakat saat itu menjadi sangat baik.

“Jadi sekali lagi bahwa dakwah proses ini sangat penting sekali diperhatikan, kedepannya bisa berbahaya kalau sampai para pemegang kepentingan ini terpapar dan terinfiltrasi,” katanya.

Exit mobile version