- Gamaleya adalah yang pertama mengajukan validasi untuk vaksin Sputnik V.
- Dua vaksin belum tervalidasi, produk AstraZeneca dan Moderna Inc, telah ditimbun.
- Negara miskin di Afrika dan belahan dunia lain tak akan kebagian vaksin sampai kuartal kedua 2021.
JERNIH — Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendaftarkan vaksin Covid-19 produksi Pfizer-BioNTech untuk penggunaan darurat di seluruh dunia.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kamis 31 Desember 2020, WHO mengatakan validasi vaksin — yang pertama sejak pandemi virus korona — membuka pintu bagi setiap negara untuk mempercepat proses persetujuan peraturan dan mengimpor vaksin.
Keputusan ini bertujuan membuat vaksin tersedia di negara-negara berkembang, serta memungkinkan Unicef dan organisasi kesehatan Pan-Amerika mendapatkan vaksin untuk didistribusikan ke negara yang membutuhkan.
Keputusan WHO ini adalah pukulan bagi Gamaleya, perusahaan Rusia dan produsen vaksin Sputnik V. Jauh sebelum Pfizer-BioNTech mengumumkan kemanjuran vaksinnya, Rusia mendeklarasikan Sputnik V sebagai vaksin Covid-19 pertama di dunia.
Gamaleya segera mengajukan validasi ke WHO, agar vaksin bisa digunakan untuk penduduk dunia. Validasi itu tidak pernah muncul, dan Sputnik V harus kalah dengan vaksin lain.
Dr Mariangela Simao, assiten direktur jenderal WHO, mengatakan langkah validasi ini sangat positif untuk memastikan akses global ke vaksin Covid-19.
Banyak negara telah melakukan vaksinasi dengan berbagai vaksin produksi non-validasi WHO. AS dan Inggris, misalnya, melakukan vaksinasi dengan vaksin Moderna dan AstraZeneca selain Pfizer-BioNTech.
Moderna dan AstraZeneca belum terdaftar sebagai vaksin tervalidasi WHO.
Menimbun Vaksin
Sebelum validasi dikeluarkan, sejumlah negara telah menimbun vaksin Pfizer-BioNTech. Kelompok hak asasi menyuarakan keprihatinan terhadap ulah negara kaya yang mengorbankan negara berkembang.
Laporan terbaru menyebutkan Amnesti Internasional menemukan 96 persen vaksin produksi Moderna Inc dan Pfizer diamankan negara-negara kaya; Kanada, Inggris, dan AS.
“Vaksin adalah jalan keluar dari krisis, dan negara-negara kaya telah mengamankannya,” kata Stephen Cockburn, kepala keadilan ekonomi dan sosial Amnesti Internasional.
John Nkengasong, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika, memperingatkan negara-negara Afrika mungkin tidak akan melihat vaksin sampai kuartal kedua tahun 2021.
“Ini masalah moral,” kata Nkengasong. “Saya mendesak PBB mengadakan sesi khusus untuk membahas distribusi vaksin yang etis dan adil.”
WHO, bersama GAVI, Aliansi Vaksin, dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (Cepi, mempelopori upaya global yang disebut COVAX untuk mengamankan dan mendistribusikan vaksin ke negara miskin.
COVAX memiliki perjanjian untuk hampir dua miliar dosis vaksin, dengan pengiriman pertama awal 2021. Kini, COVAX masih berbicara dengan Pfizer untuk mengamankan vaksin.