Tokyo — Panitia Olimpiade 2020 Tokyo punya cara menarik mengatasi kebutuhan fasilitas tempat ibadah bagi atlet Muslim selam perhelatan olahraga terbesar sejagad. Yaitu, mengoperasikan mushalla bergerak.
Bagian belakang mobil truk dimodifikasi menjadi tempat ibadah, lengkap dengan karpet dan sajadah. Mobil akan ditempatkan di kampung-kampung atlet, halaman parkir hotel, dan lainnya, mulai Juli 2020.
Rincinya, mushalla berukuran 48 meter persegi, dan dirasa cukup untuk shalat berjamaah beberapa orang secara bergantian. Jika banyak Muslim yang ingin shalat berjamaan, bagian belakang truk bisa diperlebar dalam hitungan dedik.
Mushalla juga dilengkapi tempat wudhlu, serta petunjuk dalam Bahasa Arab. Seorang mufti akan ditugaskan menempatkan mushalla sesuai arah kiblat.
Proyek Yasu, organisasi di belakang pengerjaan pengadaan mushalla bergerak, akan berkerja full time sebelum dan sesudah Olimpiade 2020.
Yahuharu Inoue, CEO Proyek Yasu, mengatakan; “Saya ingin semua atlet bersaing dengan motivasi terbaik, membuat penonton bersorak. Itulah sebabnya saya membuat proyek ini.”
Saat ini, satu truk mushalla bergerak sudah bisa dilihat di sebelah Menara Tokyo. Panitia Olimpiade menggunakannya untuk mempromosikan Olimpiade 2020 di kalangan penduduk, agar semua orang di Tokyo sadar akan kedatangan banyak orang berbeda.
“Saya berharap kehadiran mushalla berjalan membawa kesadaran bahwa Jepang akan menggelar Olimpiade 2020,” kata Inoue.
Saat ini panitia sedang menyiapkan daftar perkampungan yang dihuni Muslim, dan masjid-masjid yang bisa dijangkau dengan mudah.
Di venue Olimpiade, panitia sedang mempertimbangkan membuat ruang doa multiagama untuk atlet dan penonton. Tidak ada keterangan ruangan itu, dan apakah mungkin menampung semua atribut keagamaan.
Menurut survey Universitas Waseda, ada 105 masjid di Jepang sampai akhir 2018. Namun, masjid tersebar di seluruh negeri.
Sebagian besar berada di pinggiran Tokyo, dan bukan masjid besar. Sangat sulit bagi Muslim yang menginap di hotel di tengah Tokyo menjangkau masjid, setiap kali akan shalat.
Inoue telah berbicara dengan beberapa komite Olimpiade. Terakhir, ia meminta Topan Rizki Utraden — warga Indonesia yang 12 tahun tinggal di Jepang — membantu proyek ini.
Topan kali pertama datang ke masjid bergerak bersama putrinya. Ia shalat di mushalla bergerak, dan menikmatinya.
“Sulit bagi Muslim di Jepang menemukan tempat shalat,” katanya. “Terkadang saya shalat di taman, dan orang Jepang melihat saya mungkin Zambia bertanya-tanya apa yang saya lakukan.”