Kini, MU memiliki lebih dari sekadar penjaga gawang: mereka punya potensi isyarat bangkitnya era baru di bawah mistar. Waktu akan menguyak kebenaran—apakah Lammens memang menjadi batu karang Old Trafford, atau sekadar sesaat.
JERNIH – Fans Manchester United (MU) tengah dirundung keresahan. Performanya di awal musim membuat Andre Onana dan Altay Bayindir menjadi sasaran amarah—dua kiper yang terlalu sering melakukan blunder fatal hingga gawang Setan Merah seakan tak punya pagar kokoh. Di tengah kerapuhan itu, MU butuh sosok baru. Seseorang yang mampu berdiri tegak, menjadi dinding terakhir yang tak mudah diterobos. Maka muncullah nama Senne Lammens, kiper jangkung asal Belgia yang digadang-gadang sebagai masa depan Old Trafford.
Dari Zottegem ke Teater Impian
Lammens lahir pada 7 Juli 2002 di Zottegem, Belgia. Tingginya 1,93 meter—sosok menjulang yang mengintimidasi lawan sejak peluit pertama. Ia menapaki jalannya di akademi Club Brugge, sebelum berlayar ke Royal Antwerp pada 2023. Dalam dua musim di sana, ia mencatat 52 penampilan dengan 12 clean sheets, sebuah prestasi yang menandai bakatnya sebagai penjaga masa depan Belgia.
United pun jatuh hati. Dengan mahar 21 juta euro (sekitar Rp 403 miliar) plus add-ons, MU resmi mengikat Lammens dengan kontrak hingga 2030. Direktur Sepak Bola Jason Wilcox menyebutnya sebagai “penjaga gawang muda luar biasa dengan potensi besar.”

Mimpi yang Jadi Nyata
Dalam wawancara perdananya sebagai pemain MU, Lammens menegaskan betapa bergabung dengan Setan Merah adalah mimpi masa kecilnya. Atmosfer Carrington yang hangat membuatnya percaya diri bahwa ia bisa memberi dampak langsung. “Ini bukan sekadar transfer,” ujarnya, “ini adalah panggilan hati.”
Lammens menyebut dirinya sebagai kiper “all-round”—bisa menjaga mistar sekaligus membangun serangan. Terinspirasi oleh Manuel Neuer dan kompatriotnya Thibaut Courtois, ia ingin menjadi kiper modern yang tak hanya berhenti di garis gawang.
Musim lalu, ia tercatat melepaskan 859 umpan dengan akurasi 76,2%, statistik yang jarang dimiliki kiper seusianya. Lebih jauh, ia membuat 173 penyelamatan dalam 44 laga—angka tertinggi di antara kiper dari sepuluh liga top Eropa. Bahkan, ia sukses menggagalkan 4 dari 7 penalti yang dihadapinya.
Namun bukan hanya teknik, mentalnya pun ditempa kuat. Lammens rajin menulis jurnal—kata kunci, refleksi, dan pemetaan pikiran sebelum serta sesudah laga—sebuah ritual yang membantunya tetap tenang di bawah tekanan. Seperti pengakuannya, “Jika Anda ingin menjadi penjaga gawang yang baik, Anda harus menjadi batu karang di belakang pertahanan. Mereka harus percaya pada Anda, bahkan di saat paling sulit.”
Kiper yang Mencetak Gol
Sejarah mencatat momen langka. Saat usianya 17 tahun di UEFA Youth League, Lammens maju ke kotak penalti lawan pada menit akhir. Dari sebuah sepak pojok, kepalanya menyambut bola dan… gol!
Ia membawa Brugge U-19 lolos ke fase berikutnya. Gol yang tak hanya membuat publik terperangah, tapi juga menegaskan satu hal: Lammens bukan kiper biasa—ia berani mengambil risiko, bahkan dalam situasi mustahil.
Kedatangan Lammens menyalakan kembali percikan kompetisi di ruang ganti MU. Onana mulai dikabarkan resah dengan posisinya, Altay Bayindir pun digosipkan bakal dilepas. Manajer Ruben Amorim sementara ini nyaman dengan empat kiper di skuatnya, tapi jelas, mata semua orang tertuju pada anak baru dari Belgia ini. Terlebih, ketika Onana nanti harus pergi membela negaranya di AFCON, panggung besar bisa langsung jadi milik Lammens.
Meski banjir pujian, tak sedikit fans yang skeptis. Video blunder Lammens di masa lalu kembali beredar, dijadikan bahan olok-olok di media sosial. Kritik wajar, namun statistik dan mentalitas yang ia bawa menunjukkan sebaliknya: Lammens adalah investasi jangka panjang, bukan pembelian instan.
Statistik Data menunjukkan, Senne Lammens punya bekal yang lebih stabil: efisiensi tinggi, sedikit kesalahan kritis, dan kemampuan distribusi modern. Sementara Onana memang produktif dalam penyelamatan, namun agresivitasnya dalam blunder terbukti mengganggu ketenangan pertahanan MU.
Manchester United kini bukan sekadar mencari penjaga gawang, mereka mencari simbol stabilitas. Senne Lammens mungkin belum teruji di panggung Premier League, tapi segala catatan penyelamatan, mental baja, dan kisah hidupnya memberi alasan untuk berharap.
Waktu akan membuktikan apakah ia benar-benar akan menjadi batu karang yang tak tergoyahkan di bawah mistar Old Trafford. Satu hal pasti, di tengah badai blunder yang mendera, MU akhirnya menemukan sebuah harapan baru—seorang kiper yang datang bukan hanya untuk menjaga gawang, tapi juga menjaga mimpi.(*)
BACA JUGA: Benjamin Sesko: Harapan Baru Tajamkan Lini Depan Manchester United