Dengan cara mengembalikan uang ke negara, agar penyelesaian kasus bisa cepat dan berbiaya murah.
JERNIH-Namanya korupsi, berapapun jumlahnya, tetaplah merupakan sebuah kejahatan pencurian uang dengan modus ala orang-orang pintar. Namun jika Jaksa Agung ST Burhanuddin sedang cek ombak dengan mengeluarkan pernyataan bahwa korupsi di bawah Rp 50 juta cukup diselesaikan dengan mengembalikan uang ke negara, dia sudah berhasil memantik kontroversi di ranah publik.
Bisa saja kalau akhirnya, pernyataan Jaksa Agung itu bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi di negeri ini. Sebab logika pencegahan kejahatannya, tak masuk akal. Sedangkan perlawanan terhadap aksi rasuah, bukan hanya soal berapa banyak yang dicuri tapi juga akibat setelahnya.
“Ada kehidupan sosial dengan budaya korup akibat dari kejahatannya. Sistem pemerintahan yang buruk juga akibat yang ditimbulkan praktik koruptif,” kata Feri Amsari, Pakar Hukum dari Universitas Andalas, mengkritik usulan Jaksa Agung itu, seperti diulas Republika.
Dia bilang, usulan tersebut sama saja menyepelekan kasus korupsi. Dan dikhawatirkan, korupsi menjadi sengaja dijadikan budaya yang langgeng.
Jika, pelaku tindak pidana korupsi dengan jumlah pencurian sebanyak Rp 50 juta dibiarkan melenggang bebas, maka bisa dipastikan akan timbul aksi-aksi serupa dan bukan tak mungkin dikerjakan bersama-sama, yang penting di bawah Rp 50 juta.
Makanya, Feri heran betul kenapa Jaksa Agung melontarkan wacana itu. Dan sudah sangat seharusnya, Kejaksaan Agung mendukung pemberantasan korupsi dengan menghukum berat para pelakunya.
Sebab jika tidak, sistem pemerintahan dan tata kehidupan sosial akan tambah ancur sebab ada budaya baru dalam tindak korupsi. Sebagai aparat penegak hukum, seharusnya pernyataan itu tak keluar bahkan terlintas di pikiran Jaksa Agung.
Jaksa Agung sendiri, pada Kamis (27/1) lalu, mengatakan bahwa dengan diselesaikannya perkara korupsi di bawah Rp 50 juta dengan cara mengembalikan uang ke negara, agar penyelesaian kasus bisa cepat dan berbiaya murah. Dan ini, sifatnya masih berbentuk himbauan kepada jajarannya.
Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyebutkan, penerapan sanksi dan hukuman tetap harus ada bagi penyelenggara negara yang terlibat pencurian uang meski angkanya di bawah Rp 50 juta. Misalnya, dengan menunda kenaikan jabatan, penurunan jabatan atau pemecatan sekalian.
“Jadi tidak terputus bahwa kalau di bawah 50 juta, itu dihentikan. Tidak. Ada beberapa pertimbangan, dari pengembalian, dan pengenaan hukuman sanksi disiplin misalnya,” kata Febrie.[]