Site icon Jernih.co

Masyarakat Tatar Sunda Mencatat Logika Arteria Benar-benar Sesat

Pernyataan Arteria dengan menyebut Asep N Mulyana tak profesional sehingga harus dipecat, ditambah tudingannya bahwa ada isyu nepotisme dan elemen Sunda Empire di tubuh Kejaksaan Agung, sudah menimbulkan ketersinggungan baik suku Sunda asli, diaspora Sunda, Sunda perantauan serta perantauan yang telah berakulturasi dengan budaya sunda.

JERNIH-Kalau menuruti kemauan Arteria Dahlan, mungkin hampir semua pejabat di negeri ini bakal dicopot dari posisinya sebab tak menggunakan bahasa Indonesia dalam rapat formal. Bukan cuma pengguna bahasa daerah, mungkin juga pembicara yang menyelipkan ungkapan dalam bentuk bahasa asing akan terkena imbasnya.

Sebab seperti diketahui bersama, pejabat-pejabat di negeri ini memang sering melakukan itu dalam mempresentasikan apa yang ingin dipaparkannya.

Penggunaan bahasa selipan berupa bahasa daerah atau bahasa asing macam kepunyaang orang Inggris, sebenarnya bukan hal aneh di tanah air. Bisa saja, lantaran ingin lebih akrab, bersahabat, kelihatan cerdas atau belum ada padanan kata dalam bahasa Indonesia baku.

Memang, Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2019, mewajibkan kantor pemerintahan dan swasta menggunakan bahasa Indonesia. Namun hal ini tak harus diartikan kalau pejabat atau pengusaha yang menyelipkan beberapa kalimat juga kata dalam bentuk bahasa ibunya sebagai sebuah keahatan, tidak profesional, apalagi tak nasionalis.

Sebab jauh sebelum Perpres itu ada, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32, juga Undang-Undang nomor 5 tahun 2017, menyebutkan kalau bahasa sebagai salah satu dari 10 obyek pemajuan kebudayaan dan mengharuskan pemerintah pusat, provinsi juga kabupaten/kota menuntaskan kinerja riil guna menyusun pedoman pokok pikiran kebudayaan daerah hingga melahirkan strategi kebudayaan nasional. Akibatnya, cita-cita terbangunnya jati diri bangsa tak cuma sekedar pemanis bibir para pemangku kepentingan saja. Utamanya yang duduk di pusat pemerintahan di Jakarta sana.

Sebab, ketika strategi kebudayaan nasional tak tuntas dibangun, maka melahirkan perdebatan hingga berujung ancaman SARA yang dipolitisir. Lebih lucunya lagi, dalam kisah di Komisi III DPR RI beberapa hari lalu, penggunaan bahasa daerah yakni Sunda, dikaitkan dengan tindakan tak profesional seorang aparatur negara yaitu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana.

Pernyataan yang dilontarkan Arteria Dahlan dengan gayanya itu, jelas menggambarkan kepicikan dan kesempitan pengetahuan dirinya bahwa, penggunaan bahasa selipan dalam komunikasi publik bukan merupakan hal aneh di republik ini. Apalagi, di Jawa Barat, pemerintah daerahnya mewajibkan penggunaan bahasa ibu di hari-hari tertentu dalam rangka menjaga jati diri. Terlebih, setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai hari bahasa ibu internasional.

Masyarakat Tatar Sunda, sudah pasti jengah dan geram dengan sikap Arteria tersebut. Sebagai bagian dari penjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia sejak dalam proses kemerdekaan termasuk era peperangan, hingga masa tiga orde pembangunan dan masa demokrasi yang tengah berlangsung, menilai bahwa politikus itu sudah melakukan provokasi politik sekaligus menyalurkan hasrat politik rendahannya dengan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memecat Asep N Mulyana dari jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Sebab, menurut masyarakat Tatar Sunda, jika menilik pada ungkapan Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Darma Mangrwa yang berarti berbeda itu satu, tidak ada darma atau kerja yang mendua, nenek moyang bangsa ini sudah menuahkan bahwa dalam kesatuan dan persatuan yang diperlombakan adalah berbuat kebajikan.

Sebagai wakil rakyat yang duduk di kursi terhormat, Arteria Dahlan dinilai tak menunjukkan sikap profesional dan beradat juga beradab pada peristiwa Komisi III beberapa hari lalu. Sebab, sudah menyinggung akal sehat dan perasaan masyarakat penutur bahasa Sunda.

Terkait hal tersebut, masyarakat Tatar Sunda pun menuntut Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang dianggap telah memahami kebudayaan Urang Sunda, memecat kadernya dan segera mencopot Arteria dari keanggotaan DPR RI-nya melalui Pergantian Antar Waktu. Selain itu, meminta Mahkamah Kehormatan Dewan sebagai alat kelengkapan DPR RI menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran marwah lembaga perwakilan rakyat, dengan memproses dan menyatakan perilaku Arteria Dahlan tak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota dewan yang terhormat.

Pernyataan Arteria dengan menyebutkan bahwa Asep N Mulyana tak profesional sehingga harus dipecat, ditambah tudingannya bahwa ada isyu nepotisme dan elemen Sunda Empire di tubuh Kejaksaan Agung, sudah menimbulkan ketersinggungan baik suku Sunda asli, diaspora Sunda, Sunda perantauan serta perantauan yang telah berakulturasi dengan budaya sunda.

Masyarakat Tatar Sunda mencatat, logika Arteria benar-benar sesat terkait penggunaan bahasa Sunda dalam rapat formal merupakan tindak tak profesional dan menimbulkan ketakutan bagi yang tak mengerti bahasa Sunda. []

Exit mobile version