JERNIH.CO – Pada akhir abad ke-19, ketika wabah sifilis dan penyakit kelamin lainnya melanda Eropa, saat itu hanya ada satu cara mengobatinya yaitu menyuntik uretra penderita yang terinfeksi dengan air raksa yang dipanaskan untuk membakar infeksi. Pengobatan seperti itu tentu sangat memalukan serta menyakitkan.
Namun selain cara yang meyakitkan itu ternyata ada cara lain yang lebih simpel untuk mengobati penyakit kelamin, yaitu berhubungan badan dengan seorang perawan. Mitos tersebut tumbuh subur dan menjadi kelajiman di abad 19M. Alhasil rumah-rumah bordir kala itu kerap memasang iklan menjual perawan muda.
Mitos penyembuhan dengan darah perawan kemungkinan besar berasal dari kisah para martir perawan suci di awal masa kekeristenan yang gugur demi membela kesucian agama. Presepsi itu kemudian diangkat menjadi mitos bahwa keperawanan dapat penyembuhan penyakit kelamin.
Gejala Penyakit menular seksual atau disebut penyakit kelamin alias sexually transmitted diseases (STD) seperti seperti luka, lecet, atau keluarnya cairan putih akan hilang bila berhubungan dengan beberapa wanita, yang diantaranya adalah perawan.
Pendapat bahwa seks sebagai obat STD menyebar luas di masyarakat,terutama berkembang di kalangan orang yang rendah pendidikannya. Akibatnya beberapa kasus di abad 20 yang melibatkan kekerasan seksual terhadap anak sulit untuk dituntaskan.
Tahun 1913 terjadi kasus pemerkosaan di Glasgow. Robert James C, seorang penambang batubara berusia 37 tahun didakwa memperkosa keponakannya yang berusia sembilan tahun. Keponakannya itu diberi uang oleh Robert James C setelah dirinya memindahkan gonorhoe melalui hubungan seksual kepadanya sebagai upaya pengobatan.
Dari kasus tersebut dewan kota melakukan penyelidikan. Hasilnya terungkap bahwa rakyat jelata di seluruh Inggris, Skotlandia, dan daerah lain di Eropa Barat percaya kuat akan mitos penyembuhan perawan.
Menurut sarjana Roger Davidson, pada awal abad ke-20, satu dari lima kasus pemerkosaan anak di London berkaitan dengan mitos penyembuhan dengan darah perawan. Akibatnya banyak pemerkosa anak menggunakan ‘mitos penyembuhan perawan’ sebagai pembelaan yang sah di pengadilan.
Mitos ini ternyata sampai kini masih hidup di beberapa negara. Meskipun kini masyarakat lebih terdidik tentang penyebaran TCD, mitos penyembuhan perawan dan tes keperawanan masih ada di Afrika, Mesir, dan negara-negara bekas jajahan Eropa lainnya.
Artikel Terkait : Paradigma Keperawanan Dari Masa ke Masa
Akibat kuatnya mitos pengobatan melalui keperawanan, menyebabkan AIDS menyebar ke seluruh benua Afrika. Pemerkosaan perawan anak-anak, serta pelanggaran terhadap gadis-gadis cacat,juga terus tumbuh.
Pergeseran dari pemerkosaan anak perawan ke perawan yang cacat terjadi karena kurangnya perlindungan hukum. Sebagian besar kasus pemerkosaan terhadap gadis cacat biasanya ditolak karena ketidakmampuan korban untuk melaporkan perkosaan.
Selain itu, timbul keraguan karena kesaksian mereka tidak akan dipercaya. Akibatnya banyak pelanggar seksual yang bebas dari hukum.
Walaupun dokter medis telah berulang kali mengklaim bahwa pengujian keperawanan salah secara moral dan etis serta tidak terbukti mengobati TCD namun tradisi tes perawan serta mitos kekuatan penyembuhan gadis perawan masih tetap hidup.
Demikian pula dengan tes keperawanan. Beberapa negara terus menerapkan tes keperawanan untuk alasan sosial, politik, dan budaya. Pada tahun 2003 parlemen Jamaika mengusulkan untuk menerakan tes keperawanan bagi semua gadis Jamaika untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.
Di Afghanistan, tes keperawanan sering dilakukan tanpa persetujuan para wanita. Di Mesir dan Iran, masih ada dokter yang melakukan tes keperawanan. Termasuk di Indonesia.
Merdeka.com pada Mei 2015 pernah memberitakan bahwa Akademi Militer memberlakukan tes keperawanan bagi para kandidat prajurit perempuan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Saat itu, Juru Bicara TNI Mayor Jenderal Fuad Basya mengatakan tes keperawanan tersebut ditujukan kepada kandidat perempuan sebagai bagian dari tes kesehatan sebelum tergabung.
Tes ini menggunakan uji dua jari untuk menentukan apakah selaput dara masih utuh. Menurut Fuad, hal ini ditujukan untuk memilih pasukan bersenjata terbaik.