Site icon Jernih.co

AS Jatuhkan Sanksi Kepada Perusahaan Cina yang Nekad Ngebor di Laut Cina Selatan

CNOOC telah menjadi pusat sengketa teritorial di Laut Cina Selatan sejak 2012, ketika mengundang para pengebor asing untuk menjelajahi blok-blok di lepas pantai Vietnam

JERNIH— China National Offshore Oil Corp. (CNOOC) termasuk di antara empat perusahaan yang akan ditambahkan ke daftar perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan militer Cina dan dikenai sanksi. Reuters melaporkan, langkah itu dilakukan seiring pemerintahan Trump merencanakan beberapa langkah garis keras baru melawan Beijing pada minggu-minggu terakhir masa jabatannya.

CNOOC belum menerima pemberitahuan atau keputusan resmi dari badan pemerintah AS yang relevan. Menurut unit perusahaan yang terdaftar di bursa di Hong Kong, “Perusahaan terus memantau perkembangan situasi,”, sebagaimana dikutip Bloomberg. CNOOC adalah yang terkecil dari apa yang disebut tiga besar perusahaan minyak milik negara besar setelah China National Petroleum Corp. (CNPC) dan China Petrochemical Corp., juga dikenal sebagai Sinopec.

Operasi CNOOC di Laut Cina Selatan telah menimbulkan kontroversi, karena China mengklaim hak pengeboran di perairan yang jauh dari perbatasannya, dan dalam 200 mil dari negara-negara seperti Vietnam dan Filipina.

“Dugaan saya adalah CNOOC yang menjadi sasaran, dan bukan CNPC atau Sinopec, karena pengeborannya di wilayah Laut Cina Selatan, yang dianggap sebagai tindakan militer menurut AS,”ujar Lin Boqiang, dekan China Energy Policy Research Institute di Universitas Xiamen di Cina Selatan.

“Investor AS memegang 16,5 persen saham di unit CNOOC yang terdaftar di Hong Kong. Akan menciptakan potensi arus keluar besar jika mereka dipaksa untuk melakukan divestasi,” kata Henik Fung, seorang analis di Bloomberg Intelligence.

Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah di akhir November, yang melarang investasi Amerika di perusahaan Cina yang dimiliki atau dikendalikan oleh militer. Bloomberg mencatat, Cnooc Ltd. segera turun 14 persen pada Senin (30/11), Vietnam Layangkan Protes terhadap Latihan Militer China Laut Cina Selatan

CNOOC juga memiliki ladang minyak dan gas AS, bermitra dengan perusahaan seperti Exxon Mobil Corp. dalam proyek internasional, dan menggunakan teknologi dan peralatan Amerika. Setiap gangguan di sepanjang jalur itu akan memiliki “dampak besar” pada perusahaan, menurut Sengyick Tee, seorang analis di SIA Energy di Beijing.

Perusahaan mungkin telah mengambil langkah-langkah pencegahan untuk melindungi dirinya sendiri pada Oktober, ketika mengubah klausul non-bersaing untuk memungkinkan unit yang terdaftar untuk mentransfer aset ke induknya, analis Daiwa Capital Markets termasuk Leo Ho mengatakan dalam sebuah catatan. Langkah tersebut dapat memungkinkannya untuk menghindari risiko politik jika daftar hitam meningkat menjadi sanksi.

CNOOC telah menjadi pusat sengketa teritorial di Laut Cina Selatan sejak 2012, ketika mengundang para pengebor asing untuk menjelajahi blok-blok di lepas pantai Vietnam, yang telah diberikan oleh para pemimpin Hanoi kepada perusahaan-perusahaan termasuk Exxon Mobil dan OAO Gazprom.

Pada 2014, negara-negara tersebut saling menuduh bahwa kapal satu sama lain menabrak kapal yang lainnya, termasuk di sekitar anjungan minyak CNOOC di dekat Kepulauan Paracel.

Filipina pada Oktober melanjutkan eksplorasi minyak di Laut Cina Selatan untuk pertama kalinya sejak 2015, ketika negara tersebut mengajukan kasus ke Pengadilan Arbitrase Permanen atas perairan yang disengketakan tersebut.

Dimulainya kembali pengeboran ini terjadi setelah Manila dan Beijing mencapai kesepakatan kerangka kerja untuk eksplorasi bersama. Perusahaan Filipina PXP Energy Corp. mengatakan sedang dalam pembicaraan dengan CNOOC untuk kemitraan semacam itu, dilansir dari Bloomberg. [Reuters/Bloomber]

Exit mobile version