Site icon Jernih.co

Asap Karhutla Menambah Bahaya Covid-19

Ilustrasi Karhutla

Jakarta – Virus corona (Covid-19) akan berdampak buruk bagi orang-orang yang menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Karena itu Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) harus dicegah untuk mengurangi potensi bahaya Covid-19.

“Karhutla akan menimbulkan asap yang bisa menimbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat, terutama bagi penderita asma atau ISPA. Dampaknya adalah berbahaya bagi mereka yang menderita penyakit asma ini apabila terpapar Covid-19,” katan Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Selasa (23/6/2020).

Doni berharap semua daerah semaksimal mungkin menghindari timbulnya asap pekat Karhutla dengan kerja keras dari berbagai komponen masyarakat. “Dengan menghindari asap agar kita juga bisa selamat dari bahaya Covid-19,” katanya.

Sementara itu, pemerintah mengklaim berhasil meminimalkan kebakaran hutan dalam beberapa tahun terakhir. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan dalam beberapa tahun terakhir Indonesia telah berhasil meminimalkan kebakaran hutan sehingga bencana-bencana yang relatif besar dapat dikatakan tidak terjadi lagi.

“Tadi kita rapat bagaimana menghadapi 2020, karena bukan hanya menyelesaikan kebakaran hutan dan lahan tapi juga Covid-19. Sehingga, kita menyiapkan langkah-langkah bersama menghadapi musim kemarau,” kata Mahfud.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan pemerintah telah mengantisipasi potensi ledakan kebakaran hutan dan lahan yang biasa terjadi pada Agustus sampai September. “Kita sudah mempelajari baik perilaku iklim maupun perilaku hotspot dan juga waktu-waktu ledakan kebakaran hutan yang rata-rata Agustus pekan kedua, ketiga sampai September pekan pertama,” katanya.

Berdasarkan pantauan di Sumatra bagian utara yakni Riau dan Aceh serta sebagian Sumatra Utara, terdapat dua fase krisis. Fase pertama terjadi Maret-April, sedangkan fase kedua Juni-Juli dan seterusnya hingga puncaknya Agustus-September.

Yang dapat dilakukan dengan kondisi ini, kata Siti, adalah melakukan rekayasa hujan melalui teknologi modifikasi cuaca atas analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dan dilaksanakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta didukung pesawat TNI Angkatan Udara. [*]

Exit mobile version