Kalau memang tak mampu menangani persoalan ini, YLKI menyarankan agar pemerintah sebaiknya memberikan subsidi secara tertutup saja. Caranya, dilakukan dengan menentukan siapa dan di mana yang berhak menerima agar tepat sasaran.
JERNIH-Setelah pemerintah memutuskan menyerahkan persoalan minyak goreng pada kemauan mekanisme pasar, stok mulai mengalir deras. Padahal, ketika Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berupaya kendalikan dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) paling tinggi Rp 14 ribu perliter, malah terjadi kelangkaan.
Keputusan yang diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kemarin, membuat dorongan agar Presiden Jokowi segera mencopot saja pembantunya itu. Sebab di sisi lain Lutfi pernah sesumbar bahwa Peraturan Menteri yang diterbitkannya sudah pasti membuat kondisi stabil, belakangan dia malah menuduh masyarakat-lah pelaku penimbunan di rumah tangga dengan melakukan panic buying.
Ketua Umum Presidium Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia, Wiryawan, sudah menyampaikan usulan pencopotan Muhammad Lutfi dari jabatannya saat ini. Dia bilang, Lutfi sebagai Menteri Perdagangan tak mampu menjaga stabilitas harga minyak goreng sehingga terjadi kelangkaan dan harganya naik drastis.
Padahal, status Indonesia sebagai negara produsen terbesar di dunia, sangat tak mungkin dikaitkan dengan persoalan kelangkaan tersebut. Apalagi kemarin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengeluarkan pernyataan bahwa di tengah ketidak pastian kondisi global, pasokan CPO jadi tak menentu.
“Sampai hari ini masyarakat tidak diberitahu apa yang menyebabkan minyak goreng bisa langka seperti saat ini, bahkan Kemendag sempat menuduh bahwa masyarakat yang melakukan penimbunan, ini cuci tangan namanya,” kata Wiryawan, Kamis (17/3).
Wiryawan menilai, kebijakan pencabutan HET untuk minyak goreng bukan solusi jitu. Dan dia memperkirakan, regulasi ini cuma bakal makin menekan masyarakat kebanyakan.
Soalnya, setelah HET dicabut, pemerintah dikabarkan akan merevisi kewajiban memenuhi pasar domestik (DPO) dulu jika ingin mengekspor minyak sawit mentah. Ini artinya, sekali lagi, menunjukkan bahwa Lutfi tak mampu dan tidak bisa dipercaya memegang amanah sebagai Menteri Perdagangan.
“Plin-plan nya kebijakan yang dibuat sangat menjelaskan bahwa memang Mendag Kalangkabut, harusnya setiap kebijakan yang dibuat wajib melalui proses analisis yang mendalam dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat, jangan masyarakat ini dijadikan kelinci percobaan kebijakan Mendag,” ujar Wiryawan.
Terlebih, ketika DPR RI memanggilnya untuk dimintai keterangan terkait kelangkaan minyak goreng, Lutfi berkali-kali mangkir enggan memenuhinya. Tentu saja, Wiryawan curiga kenapa sikap itu yang dipilih Mendag. Apalagi, DPR sempat bilang akan memanggilnya secara paksa dalam rapat ke tiga.
“Sangat menciderai kepemimpinan Pak jokowi,” katanya lagi.
Di lain pihak, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pemerintah memang tak pernah mau serius menangani permasalahan ini. Buktinya, selalu saja ada aksi bongkar pasang kebijakan.
Dengan kebijakan coba-coba itu, konsumen dan operator minyak gorenglah yang jadi tumbal atas permasalahan ini.
Kalau memang tak mampu menangani persoalan ini, YLKI menyarankan agar pemerintah sebaiknya memberikan subsidi secara tertutup saja. Caranya, dilakukan dengan menentukan siapa dan di mana yang berhak menerima agar tepat sasaran.
Soalnya selama ini, pemberian subsidi dengan cara terbuka tak pernah ampuh dan selalu meleset dari sasaran. Sebab minyak goreng murah, sangat mudah diborong kemudian dikuasai kelompok masyarakat mampu.
“Pemerintah seharusnya belajar dari subsidi pada gas melon,” katanya.
YLKI dan banyak pihak lainnya pun curiga ada pihak yang sengaja memainkan minyak goreng dengan cara menahan pasokannya. Sebab begitu HET dicabut, tiba-tiba saja stok melimpah.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PPP Achmad Baidowi bilang, persoalan pasokan bukan jadi alasan utama masalah kelangkaan minyak goreng. Dia curiga, pihak distributor sengaja menimbun persediaan dan baru mau mengeluarkannya setelah kebijakan yang memperketat langkah pengusaha dicabut.
Makanya, Ahmad mendesak Polisi yang sudah kebagian tugas mengawal pendistribusian minyak goreng seperti diamanatkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kemarin, juga menelisik dugaan tersebut.
Ahmad pun meminta agar pemerintah tak menyerahkan persoalan ini begitu saja pada kemauan mekanisme pasar. Sebab jelang Ramadhan, begitu kebijakan HET dicabut, konglomerat sawitlah yang mendulang untung.
“Ini jelang Ramadan, jangan sampai permintaan yang sedang tinggi dimanfaatkan untuk raup untung besar-besaran dari konglomerat sawit,” ujarnya.[]