Jernih.co

Apakah Cina akan Mengklaim Kimchi Sebagai Warisan Budaya Mereka?

Pembuatan kimchi di Pasar Seoul. Banyak kimchi buatan pabrik yang dimakan di Korea Selatan sekarang berasal dari Cina. (Jean Chung untuk The New York Times)

Cho mengatakan, ketika FAO mempublikasikan definisi kimchi pada tahun 2001, “Cina sama sekali tidak tertarik pada kimchi, dan kimchi tidak diproduksi di Cina pada saat itu.” Baru setelah sekitar tahun 2003 orang Korea Selatan mulai pindah ke Cina untuk membangun pabrik kimchi, pasar lokal untuk hidangan tersebut berkembang di Cina.

JERNIH– Sayuran hasil fermentasi bernama Kimchi itu memang enak, dan pada titik ini banyak orang Cina dan Korea Selatan setuju. Namun bagi sebagian pengguna media sosial di kedua negara tersebut, persoalan kuliner itu tidak hanya berakhir di sana.

Perselisihan berkecamuk pekan ini, atas klaim tabloid negara Cina bahwa Cina telah “memimpin” pengembangan standard internasional untuk paocai, atau acar sayuran. Di Korea Selatan, klaim tersebut dianggap menyesatkan karena dalam bahasa Cina, paocai juga merujuk pada kimchi–hidangan kubis yang difermentasi, yang memainkan peran integral dalam masakan Korea.

Tidak jelas apakah ambiguitas itu tidak disengaja atau contoh trolling yang membuat tabloid Global Times terkenal. Tapi itu memicu tanggapan dari pejabat dan surat kabar Korea Selatan, bersama dengan banyak komentar media sosial tentang poin-poin penting dari acar kubis tersebut.

Festival pembuatan kimchi di Goesan, Korea Selatan, bulan lalu. [Jun Michael Park untuk The New York Times]

“Jika Cina menjiplak proses fermentasi kimchi di masa depan, maka budaya tradisional Korea Selatan bisa hilang,” tulis seorang pengguna yang cemas di Naver, platform media sosial populer di Korea Selatan.

Perselisihan itu membuka front lain dalam perselisihan untuk soft power antara dua negara yang hubungannya terkadang memburuk karena masalah yang lebih berbobot, seperti program nuklir Kim Jong-un dan warisan Perang Korea.

Ini juga menyentuh fakta menyakitkan bagi Korea Selatan: hampir 40 persen dari kimchi buatan pabrik yang dikonsumsi di sana, diimpor dari Cina, dan tradisi membuat hidangan lokal memudar karena keluarga Korea lebih banyak makan masakan non-Korea.

Pertengkaran kimchi dimulai minggu lalu, ketika regulator global yang berbasis di Swiss merilis draf definisi “kategori” dan “persyaratan” paocai. Itu adalah nama dalam bahasa Mandarin untuk hidangan sayuran fermentasi mirip kimchi yang populer di Provinsi Sichuan di Cina barat.

Sang regulator, International Organization for Standardization (ISO), biasanya mengeluarkan pedoman semacam itu untuk memastikan bahwa produk dan layanan di satu negara dapat digunakan dalam proses industri di negara lain. Dalam kasus ini, dikatakan bahwa kurangnya “jaminan kualitas dan keamanan produk yang terpadu dan eksplisit” dalam industri paocai “sangat membatasi perdagangan internasional dan sirkulasi produk paocai.”

ISO mengatakan secara spesifik bahwa definisinya “tidak berlaku untuk kimchi”. Namun dalam sebuah artikel akhir pekan lalu, Global Times, yang sangat nasionalistis, mengatakan standar baru itu membuktikan bahwa Cina telah menetapkan “patokan industri” untuk “pasar paocai internasional”–istilah yang pada dasarnya mencakup kimchi.

Jarum tabloid, jika memang begitu, menyentuh saraf di Korea Selatan, di mana banyak orang Korea merasa terancam oleh kehadiran Cina yang semakin tegas di wilayah tersebut. Beberapa pengguna media sosial menuduh Global Times melakukan perampasan budaya.

“Dengan konten budaya Korea Selatan yang memperluas pengaruhnya dalam skala global, tampaknya Cina berupaya untuk mengklaim bahwa konten semacam itu dilacak ke mereka,” kata Seo Kyoung-duk, profesor di Sungshin Women’s University di Seoul, kepada Yonhap News agensi.

Kementerian Pertanian Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, bahwa standar paocai ISO  “sama sekali tidak terkait dengan kimchi kami”, dan menambahkan bahwa Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) telah menerbitkan definisi kimchi pada tahun 2001.

“Tidak pantas untuk melaporkan tanpa membedakan kimchi kami dari paocai,” kata kementerian itu.

Sandrine Tranchard, juru bicara ISO, mengatakan melalui email bahwa organisasi biasanya mengembangkan standar berdasarkan permintaan dari “industri atau pemangku kepentingan lainnya,” dan bahwa komite teknisnya mencakup pakar dari industri, kelompok konsumen, akademisi, pemerintah, dan lembaga nonprofit.

“Kami tidak bisa berkomentar tentang makanan atau warisan budaya,” katanya tentang standar paocai.

Pertengkaran ini bukanlah yang pertama di Asia atas dugaan upaya untuk mengklaim, secara langsung atau tidak, tradisi negara lain. Pada tahun 2018, misalnya, ketika Singapura mengumumkan rencana untuk meminta UNESCO mengakui penjual makanan jalanan atau street foods sebagai “warisan takbenda” mereka, negara tetangga Malaysia mengatakan bahwa para vendor makanan jalanan mereka jauh lebih baik— dan sangat banyak masakan Singapura berasal dari Malaysia. Indonesia juga memiliki perselisihan serupa dengan Malaysia terkait batik.

Korea Selatan dan Utara juga berkampanye secara terpisah untuk memasukkan musim pembuatan kimchi, tradisi berusia berabad-abad yang dikenal sebagai “kimjang”, pada daftar warisan takbenda UNESCO. Badan itu menyetujui permintaan kedua Korea tersebut.

“Kimchi termasuk dalam keluarga internasional makanan acar yang mencakup paocai, tsukemono (dari Jepang) dan sauerkraut (dari Jerman), “kata Cho Jung-eun, direktur World Institute of Kimchi, sebuah lembaga penelitian yang dibiayai oleh pemerintah Korea Selatan.

Cho mengatakan, ketika FAO mempublikasikan definisi kimchi pada tahun 2001, “Cina sama sekali tidak tertarik pada kimchi, dan kimchi tidak diproduksi di Cina pada saat itu.” Baru setelah sekitar tahun 2003 orang Korea Selatan mulai pindah ke Cina untuk membangun pabrik kimchi, pasar lokal untuk hidangan tersebut berkembang di Cina.

Cho berkata bahwa kimchi berbeda dari sepupunya, acar, karena campuran khas dari bawang putih, jahe dan bubuk cabai merah.

Definisi FAO tahun 2001 mengatakan bahwa kimchi terdiri dari “kubis Cina” dan sayuran lain yang “dipotong-potong, diasinkan, dan dibumbui sebelum difermentasi.” Keputusan suatu negara untuk menerima definisi tersebut secara resmi bersifat sukarela, dan FAO tidak mengadili perselisihan tentang cara menafsirkannya. FAO juga menolak berkomentar.

Beberapa warga media social Cina telah memberikan pesan perdamaian, mengatakan di media sosial bahwa kimchi dan “kimchi Sichuan” keduanya lezat—atau bahkan “Paocai kami tidak selezat buatan Korea”.

Tapi yang lain tetap ngotot. “Kimchi Sichuan adalah kimchi yang asli,” tulis pengguna di Weibo, platform media sosial mirip Twitter di Cina, Senin lalu. “Versi Korea Selatan itu hanya sekadar acar.” [The New York Times]

Youmi Kim melaporkan dari Seoul dan Mike Ives dari Hong Kong. Tiffany May menyumbang laporan dari Hong Kong, dan Coral Yang menyumbang penelitian dari Shanghai.

Exit mobile version