SEOUL — Gara-gara virus corona, Festival Mandi Lumpur Boryeong, Korea Selatan pada musim panas ini terpaksa harus berlangsung secara online. Hal tersebut membuat semua orang harus membawa lumpur masuk ke dalam rumah dan melakukan ‘prosesi’ mandi lumpur di depan kamera.
CNA melaporkan, Festival yang berlokasi di pantai km 130 barat daya Seoul tersebut merupakan festival paling popular di Korea Selatan, dan selalu menarik perhatian turis Internasional . Tahun ini festival terpaksa harus dinikmati di dalam rumah oleh semua orang di seluruh negeri.
Extravaganza lumpur tahunan tersebut biasanya diisi dengan gulat lumpur dan pesta pora lainnya. Tahun ini, penyelenggara memasang layar besar di sebuah studio yang menghadirkan gambar-gambar ratusan orang, dengan lumpur dari kolam karet-mini, sabun lumpur dan bubuk lumpur berwarna-warni.
Sembari wajah mereka dipulas dengan bubuk lumpur biru, merah dan kuning, banyak penyanyi yang tampil secara online sambil bernyanyi.
“Saya sedih bahwa saya tidak bisa pergi ke Boryeong Mud Festival, tetapi sangat menyenangkan bahwa ibu saya membuat kolam lumpur,” kata Han Chae-yoon yang berusia 10 tahun, yang duduk di kolam-mini di ruang tamu, wajah dan tubuhnya tertutup lumpur.
Ibunya Kim young-ah mengatakan kepada Reuters, “Rumah saya menjadi kotor, tetapi anak-anak menikmatinya dan saya senang karenanya.”
Kemeriahan virtual Festival Mandi Lumpur Boryeong dinikmati ribuan orang. Sekitar 3.000 orang, termasuk penggemar K-pop dari luar negeri, menonton acara secara langsung di YouTube.
Festival Mandi Lumpur Boryeong diawali dengan s ederhana pada tahun 1998, yaitu hanya promosi kosmetik berbahan lumpur dari kawasan itu.
Lumpur di Boryeong konon mengandung banyak mineral seperti bentonit dan germanium yang memancarkan sinar inframerah yang besar sehingga bermanfaat bagi kulit.
Kegiatan promo itu kemudian meledak menjadi festival besar tahunan dan menghasilkan jutaan dolar. Kemeriahan Festival lumpur di pantai Spring Break-esque bahkan menjadi lebih cemerlang daripada sekedar mencerahkan kulit.
Dampak dari festival di musim panas itu akhirnya turut meremajakan ekonomi lokal yang terkena krisis keuangan Asia. Serta mengubah pantai yang tadinya kotor menjadi salah satu tempat wisata terbesar Korea Selatan.