Site icon Jernih.co

Duka Para Penggali Kubur: “Kalau Kami Mati, Siapa yang Menguburkan?”

Pada hari yang sangat sibuk, mungkin bisa sampai 10 ambulans mengular dalam antrean hingga tengah malam. Setidaknya ada 30 penggali kubur siaga di Pekuburan Rorotan setiap hari.

JERNIH—Saat kebanyakan wartawan Indonesia bekerja dari rumah, harian Inggris, The Guardian melaporkan, hari baru beranjak siang manakala para penggali kubur di pemakaman Rorotan telah menguburkan 23 jenazah pasien COVID-19 sejak pukul 7 pagi.

Sedikitnya dua ekskavator (beko) bersiaga karena tanah yang keras di area tersebut menyulitkan penggalian bila hanya dilakukan dengan cangkul. Enam penggali kubur berpakaian hazmat, terlihat laiknya Malakal maut berjubah putih, membawa peti mati dari ambulans yang berbaris di dekat kuburan. Antre menunggu ‘penumpang’ mereja dimakamkan.

Pada hari yang sangat sibuk, mungkin bisa sampai 10 ambulans mengular dalam antrean. Semua penggali kubur terlihat kelelahan, kaki mereka berlumpur. Setidaknya ada 30 penggali kubur siaga di Pekuburan Rorotan setiap hari.

Di sebelah mereka, para anggota keluarga tersedu dalam kediaman, lirih melantunkan doa untuk orang yang mereka cintai, sering disela petugas pemakaman yang menyemprotkan desinfektan pada mereka, sementara ekskavator terus menggali lubang kuburan baru di sekitar.

Tiba-tiba tercipta keheningan singkat, ketika peti mati putih kecil terbungkus plastik muncul dari belakang ambulans. “Ini anak kecil! Ini anak kecil! Buat lubang baru!” teriak beberapa penggali kubur.

Sebuah ekskavator dengan cepat mendekat, menggali tanah berlumpur di ujung barisan yang baru dibuat. Ukuran lubang baru ini kurang dari setengah dari kuburan lain di sekitarnya. Dia adalah anak pertama yang hari itu dikuburkan.

“Selalu terasa lebih sedih ketika kami mengubur seorang anak. Mereka terlalu muda untuk mati,” kata Darsiman (48), petugas kubur. Ia menambahkan, sebagian besar dari mereka yang dimakamkan di pemakaman di Jakarta Utara itu berusia di atas 30 tahun.

Apa yang dialami Darsiman cuma segelintir kisah penggali kubur di Indonesia. Mereka mengalami risiko berat, tak hanya peluang besar terpapar COVID-19. Yang lebih pasti: kelelahan mental dan fisik karena menguburkan jenazah nyaris tanpa henti. Di luar Jakarta bahkan ada penggali kubur yang tak dilengkapi pakaian hazmat. Sementara, mereka yang beruntung memakai hazmat harus berjibaku menggali liang lahat dalam kondisi berpeluh, meskipun beberapa di antaranya sudah dibantu dengan alat berat. Dalam sehari mereka bisa menggali puluhan lubang, tergantung jumlah kematian hari itu.

“Kami menyiapkan paling sedikit 20 lubang, tapi pernah sampai 40 lubang gara-gara yang meninggal banyak. Itu rekor yang pernah kami lakukan,” kata Junaedi, seorang penggali makam di Kompleks Pemakaman COVID-19 Pondok Ranggon, kepada Antara.

Junaedi mengaku, hati kecilnya senantiasa merasa takut terpapar dan membawa virus Corona ke lingkungan keluarga, di rumah. Junaedi mengaku ketakutan terbesar dirinya bukan dari jenazah yang terpapar virus, namun dari para ahli waris, kerabat, dan  para teman yang mengantarkan jenazah.

Dia yakin, jenazah yang telah dibawa ke pemakaman telah melewati protokol yang ketat termasuk terbungkus plastik secara rapi. Apabila ada kerusakan para petugas berhak menolak jenazah untuk dimakamkan. Tetapi, bagaimana para pengantar? Mereka belum tentu aman dari virus tersebut.

Itu sebabnya, begitu sampai di rumah, yang pertama kali dilakukan Junaedi adalah mandi. Sementara seluruh perlengkapan menggali kubur ia rendam dalam cairan disinfektan. Itu pun belum sepenuhnya membuat rasa khawatir lenyap dari hati Junaedi.

Pemerintah juga memberikan perhatian khusus bagi mereka. Dengan besarnya risiko pekerjaan tersebut, pemerintah telah menyiapkan dana insentif sebesar Rp1 juta per orang yang dibayarkan per bulan.

“Selain insentif,  yang paling kami inginkan adalah secepatnya urusan COVID-19 ini buru-buru selesai. Tolong, yang pada nganter jenazah, jaga jarak, pada pake masker, dan ikutin protokol kesehatan. Jangan suka marah-marah sama kita. Kalau kita nanti kena dan mati, terus siapa yang nguburin?” tanya pria bertubuh besar tersebut. Ia masih bisa tertawa. [The Guardian/BBC/Matamata Politik]

Exit mobile version