Potensi megathrust sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, karena di Indonesia sudah sering terjadi gempa.
JERNIH-Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut terdapat 13 lokasi megathurt di Indonesia. Dalam catatan BMKG, sejak gempa besar M7,1 yang terjadi di Megathrust Nankai Jepang Selatan pada Jumat 8 Agustus 2024 pukul 14.42.58 WIB, tercatat ada 7 kali gempa yang mengguncang Indonesia
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono memastikan jika gempa-gempa tersebut tidak berkaitan dengan gempa megathrust yang baru mengguncang Jepang.
“Tidak ada ada sama sekali (hubungan rentetan gempa pasca-megathrust di Jepang). Gempa kita memang banyak,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, beberapa waktu lalu.
Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, berikut daftar 13 Segmen Megathrust yang diperkirakan mengancam Wilayah RI;
1. Megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9
2. Megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4
3. Megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7
4. Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7
5. Megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7
6. Megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5
7. Megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2
8. Megathrust Nias-Simelue denga potensi gempa M8,7
9. Megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8
10. Megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9
11. Megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5
12. Megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2
13. Megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dalam webinar “Resolusi 2025: Mitigasi Bencana Geologi”, yang ditayangkan kanal Youtube Teknik Geofisika ITS, menyebut jika kejadian gempa bumi di Indonesia menunjukkan tren peningkatan.
Namun Dwikora juga memastikan jikaalat pemantau yang disebarkan BMKG kini juga semakin banyak jumlahnya. Ia menjelaskan sejak tahun 2008 BMKG membangun sistem info dini gempa dan peringatan dini tsunami. Sensornya terus bertambah hingga kini mencapai ada 550 seismograf.
Menurut Dwikorita, pada saat kejadian gempa – tsunami Aceh tahun 2004 silam, hanya ada skeitar 20 seismograf yang ada dan tidak dalam jaringan.
“Aktivitas kegempaan yang termonitor BMKG mengalami lompatan. Berdasarkan data aktivitas data gempa jangka panjang, ada pola kejadian gempa di Indonesia terus meningkat setiap tahun,” katanya.
“Rata-rata kejadian gempa di tahun 1990-2008 sekitar 2.254 gempa per tahun. Namun, tahun 2009-2017 meningkat jadi 5.389 kejadian gempa. Kemudian melompat mulai tahun 2018-2019, bahkan 2020 ya, melompat bahkan 2018 itu 12.062, 2019 itu masih 11.731,” .
Untuk itu Dwikorita mengingatkan pentingnya pendekatan mitigasi bencana geohidrometeorologi. Tidak hanya gempa bumi dan tsunami, tetapi juga bencana hidrometeorologi yang semakin meningkat akibat perubahan iklim.
Dwikora mengingatkan jika potensi megathrust sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, karena memang sering terjadi banyak gempa. (tvl)