Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menegaskan jika pihaknya tidak pernah menerbitkan sertifikat halal untuk produk tersebut.
JERNIH-Kepastian kehalalan produk wine jenama Nabidz terjawab setelah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menegaskan jika pihaknya tidak pernah menerbitkan sertifikat halal untuk produk tersebut.
“Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, bahwa MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine,” kata Asrorun Niam, pada Rabu (26/7/2023) lalu di Jakarta.
Selanjutnya Niam menjelaskan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal, menyebutkan terdapat empat kriteria untuk terpenuhinya kehalalan, yakni;
Pertama, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kedua, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao.
Ketiga, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain.
Keempat, tidak boleh mengonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dan lainnya.
“Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” katanya.
Ditambahkan oleh Niam perlunya memberi perhatian khususnya untuk produk minuman, adalah kadar alkohol atau etanol dalam minuman.
Dalam Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0,5 persen.
Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya haram, sedikit maupun banyak.
Mengacu pada dua fatwa tersebut, jelas Niam, produk Nabidz tidak memenuhi dua persyaratan yakni pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Dan kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol.
“Oleh karenanya produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” kata Niam.
Sedangkan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Aqil Irham menjelaskan jika jenama Nabidz diketahui telah mengajukan sertifikat halal dan terdaftar di sistem Sihalal. Namun, produk yang didaftarkan bukanlah wine tetapi minuman jus buah.
“Berdasarkan data di sistem Sihalal, kami pastikan memang ada produk minuman dengan merk Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH. Namun produk tersebut bukanlah wine atau red-wine, melainkan produk minuman jus buah,” kata Aqil.
Sebelumnya dimedia sosial banyak masyarakat mempertanyakan kebenaran klaim bahwa produk wine yang diproduksi jenama Nabidz telah mendapatkan sertifikat halal. (tvl)