Cendikiawan Islam abad ke-10, Al-Biruni, dalam karyanya “al-Tafhim li Awa’il Sina’at al-Tanjim”, memberikan gambaran tentang penanggalan berbagai bangsa. Di bagian penanggalan Iran, Al-Biruni menyebutkan Nowruz, Sadeh, Tirgan, Mehrgan, Farvardigan, Bahmanja, Esfand Armaz dan beberapa festival lainnya terkait musim. Menurut Al-Biruni,”Orang Iran percaya bahwa Nowruz menandai hari pertama ketika alam semesta mulai bergerak.”
JERNIH—Sebagaimana menyambut datangnya Muharam yang menandai tahun baru Islam, warga Republik Islam Iran umumnya menyongsong kedatangan bulan Maret dengan kegembiraan berlimpah. Pada bulan ini, sesuai budaya yang telah berlangsung sekitar 3000 tahun, warga Iran akan menyambut datangnya Nowruz atau tahun baru menurut penanggalan Solar Hijri atau disebut pula Shamsi Hijri, yang banyak dipakai di Iran, Afghanistan dan sekitarnya.
Zoroastrinisme atau agama Majusi barangkali hanya dianut sebagian kecil saja masyarakat dunia saat ini. Hal itu berbeda dengan Nowruz yang lebih pekat sebagai budaya. Itu yang membuat Nowruz hingga kini masih disambut dan diperingati tak hanya di Iran, melainkan pula Afghanistan, Azerbaijan, India, Iraq, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Pakistan, Tajikistan, Turki, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
Para Muslim di negara-negara itu umumnya melihat Nowruz sebagai budaya yang telah hidup sekian lama, dan karenanya harus mereka jaga. Apalagi kebanggaan mereka akan budaya tersebut kian kukuh, manakala badan kebudayaan PBB, UNESCO, menjadikan “International Day of Nowruz” sebagai warisan budaya takbenda, sesuai Resolusi 64/253, yang disahkan Majelis Umum PBB ( United Nations General Assembly) pada Februari 2010 lalu.
Karena lebih diyakini sebagai budaya, perayaan Nowruz pun menjadi lintas agama. Tidak hanya kaum Majusi—yang jumlahnya kini tak seberapa—Nowruz dirayakan pula oleh kaum Muslim, para penganut Baha’i, kalangan Kristen dan warga-warga masyarakat di Iran dan negara-negara yang tadi disebutkan. Umumnya perayaan jatuh pada atau sekitar 21 Maret dalam kalender Gregorian yang kini dipakai secara luas di dunia.
Kata Nowruz sendiri merupakan kombinasi dari kata Persia “Now” yang berarti “baru”, dan “Ruz”, yang berarti “hari”. Pengucapannya bervariasi antara dialek Persia dengan dialek Timur yang menggunakan pengucapan [nawˈɾoːz]. Sementara di Tajik ditulis sebagai “Наврӯз” atau “Navröz; dialek barat sebagai [nowˈɾuːz], dan dan para penghuni kota Teheran, kaum Tehranis sebagai [noːˈɾuːz]. Berbagai variasi ejaan untuk kata nowruz ada dalam penggunaan bahasa Inggris, termasuk novruz, nowruz, nauruz dan newroz.
Bagaimana orang Iran menyemarakkan Nowruz? Mereka merayakannya pada malam Rabu terakhir sebelum Nowruz. Biasanya dirayakan di malam hari dengan melakukan ritual seperti melompati api unggun dan menyalakan petasan dan kembang api.
Di Iran, liburan Nowruz berlangsung selama tiga belas hari. Pada hari ketiga belas, orang-orang Iran meninggalkan rumah mereka untuk menikmati alam dan berpiknik di luar ruangan.
Di Azerbaijan, di mana persiapan “Novruz” biasanya dimulai sebulan sebelumnya, festival diadakan setiap hari Selasa selama empat pekan sebelum hari libur Novruz. Setiap Selasa, orang-orang merayakan hari salah satu dari empat elemen–air, api, tanah, dan angin. Pada malam hari raya, merka berbondong-bondonng mendatangi makam kerabat, untuk membersihkan dan merawatnya.
Cendikiawan Islam abad ke-10, Al-Biruni, dalam karyanya “al-Tafhim li Awa’il Sina’at al-Tanjim”, memberikan gambaran tentang penanggalan berbagai bangsa. Di bagian penanggalan Iran, Al-Biruni menyebutkan Nowruz, Sadeh, Tirgan, Mehrgan, Farvardigan, Bahmanja, Esfand Armaz dan beberapa festival lainnya terkait musim. Menurut Al-Biruni,”Orang Iran percaya bahwa Nowruz menandai hari pertama ketika alam semesta mulai bergerak.”
Pada periode Abasiyah menguasai Iran, lain dengan perayaan Gahambars dan Mehrgan, Nowruz justru menjadi hari libur utama dinasti selama periode Abbasiyah. Sebagaimana penguasa sebelumnya di periode Sasanian, para khalifah dan penguasa lokal akan memberikan hadiah-hadiah kepada warga pada festival Nowruz.
Menyusul runtuhnya kekhalifahan dan kemunculan kembali dinasti pribumi Iran, seperti Samanid dan Buyid, Nowruz menjadi peristiwa yang lebih penting. Raja-raja Buyid menghidupkan kembali tradisi kuno zaman Sassania dan memulihkan banyak perayaan kecil yang telah dihilangkan zaman kekhalifahan. Penguasa Buyid, ‘Adud al-Dawla (memerintah 949–983) biasanya menyambut Nowruz di aula yang megah, dihiasi dengan piring dan vas dari emas dan perak yang penuh dengan buah dan bunga berwarna-warni. Raja akan duduk di singgasana kerajaan, dan astronom istana akan maju ke depan, mengucapkan selamat kepadanya atas kedatangan tahun baru.
Tentu bukan hal-hal itu yang akan kita saksikan pada Festival Nowruz 1401 yang mulai digelar hari ini, Senin (28/3) di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Untuk memperingati Nowruz tahun ini, Kedutaan Besar Republik Islam Iran bersama Perpustakaan Nasional RI menyelenggarakan beberapa program. Di antaranya adalah pemutaran film-film Iran, selama 28-30 Maret 2022. Pemutaran dilakukan pukul 13.00 di Ruang Teater, yang berada di lantai dua Perpustakaan Nasional.
Selain itu, ini yang mungkin menarik bagi kaum Hawa, ada pula pameran karpet dan kerajinan tangan Iran. Waktunya lebih lama, 28 Maret hingga 1 April 2022, dari pukul 09.00 hingga 15.30. Tempatnya di Ruang Pameran, yang berada di lantai 4 Perpustakaan Nasional RI. Ayo koleksi beragam kerajinan tangan Iran, sebelum datang kemudian ke negeri indah itu setelah pandemi sepenuhnya terusir! [dsy]