Site icon Jernih.co

Menengok Janggalnya Pembahasan UU Ibu Kota Negara

Sekedar catatan untuk menghitung waktu bersama-sama. Hari terakhir rapat Panitia Kerja RUU IKN, dimulai pukul 11:00 WIB tanggal 17 Januari 2022. 17 jam kemudian yakni pada 18 Januari 2022 pukul 03:16 WIB, Panja menyepakati beberapa hal yakni, IKN dipimpin kepala badan otorita yang setingkat menteri, meski secara administratif tingkat sama dengan provinsi.

JERNIH-Dalam sejarah perjalanan bangsa ini, bisa jadi Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) berhasil memecahkan rekor sebagai UU yang tercepat pembahasannya. Coba bandingkan, jika Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang jauh lebih darurat tak juga rampung pembahasannya sejak 2016 sampai detik ini, pengundangan rencana pindah ibu kota negara cuma butuh waktu 42 hari saja.

Jika dengan mata tertutup, publik sudah tentu harus angkat topi menilai betapa hebatnya DPR RI melakukan pembahasan dengan waktu tak sampai dua bulan. Namun jika memelototi tiap detailnya, perlu juga dipertanyakan kok bisa anggota dewan yang terhormat ngebut secepat itu?

Asal tahu saja, pada rapat paripurna pengesahan RUU IKN pada 18 Januari 2022 lalu, Ketua DPR RI Puan Maharani, melakukan apa yang pernah dilakukan mantan wakilnya yakni, Azis Syamsuddin, ketika mengesahkan RUU Cipta Kerja. Dia, mengabaikan teriakan protes dari anggota dewan lainya yang mengkritisi RUU IKN. Cuma tak dimatikan saja mikrofon anggota.

Bahkan, Suryadi Jaya Purnama, salah sartu anggota Pansus RUU IKN masih heran tak kelar-kelar kalau dokumen RUU saat itu tak dibagikan kektika penetapan di rapat paripurna tersebut.

Suryadi membatin, kenapa Pemerintah menganggap kalau pemindahan istana negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mampu meratakan pembangunan dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Kenapa pula penguasa tidak memilih memperhatikan pandemi tak berujung, jutaan warga yang masih hidup susah, juga hutang negara yang kadongan menggunung.

“Tidak empati terhadap rakyat yang sedang susah hadapi pandemi, tapi bangun Istana [Negara] baru,” kata Suryadi.

Keresahan itu, belum masuk sepenuhnya ke wilayah bagaimana Undang-Undang dibuat. Ada banyak kejanggalan sepanjang prosesnya. Salah satunya, di awal-awal jumlah anggota dewan yang turut serta mencapai 56 orang. Padahal, dalam aturan main sesuai Peraturan DPR nomor 1 tahun 2020 tentang tata tertib di Parlemen, tertulis maksimal cuma boleh 30 orang anggota saja yang duduk di Pansus.

Pada 7 Desember 2021, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menyadari kalau jumlah anggota Pansus yang dia resmikan terlalu gembrot. Tiga hari setelahnya, aturan malah diubah dan habis perkara. Namun ketika Mahkamah Kehormatan Dewan menegur, buru-buru dipangkas sesuai tata tertib yang mengamanatkan cuma boleh 30 orang saja.

Tentu, ini terjadi lantaran pembahasan dilakukan terburu-buru. Dan secara formil, waktunya memang sangat singkat. Makanya Mardani Ali Sera dari Fraksi sama dengan Suryadi, malah mengatakan ada kesan memaksakan dalam pembuatan RUU itu.

Belum lagi soal skema pembiayaan. Dua bulan sebelum dilantik menduduki jabatan Presiden di periode kedua, Jokowi dalam pidato kenegaraannya minta restu memindahkan ibu kota. Dan empat bulan sebelumnya yakni, pada Mei 2019, Presiden sudah membahas soal dari mana uangnya jika benar IKN dipindahkan.

Presiden dengan tegas menyatakan kalau dirinya tak mau ada uang yang diambil dari APBN meski cuma seperak rupiah. Tapi satu bulan setelah mengumumkan rencana pindah ibu kota, dia membalik lidahnya.

Sumber dana dipetakan berupa : 19,2 persen atau Rp 89,4 triliun dari APBN, 54,4 persen atau Rp 253 triliun dari kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, serta 26,4 persen atau Rp 124,2 triliun dari kantong swasta. Kemudian, saat pandemi sedang galak-glaknya, wacana melambat dan Pemerintah mengubah fokus padangannya kepada penanganan Corona. Dana pembangunan IKN dipangkas Rp 640 miliar atau setara 35 persen.

Mengutip informasi yang sudah ada, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) baru melaksanakan konsultasi publik untuk pertama kali pada 17 Januari 2020 di Jakarta. Ini, dua bulan sebelum Pemerintah mengumumkan kasus penularan virus Corona pertama.

Bisa disimpulkan, kalau saat itu naskah RUU IKN masih dalam penggodokan. Satu setengah tahun setelah itu, tepatnya 29 September 2021, Presiden melayangkan surat kepada DPR yang isinya draft RUU IKN. Tiga bulan kemudian yakni pada 7 Desember tahun yang sama, Pansus IKN pun dibentuk.

Artinya, dalam rentang waktu antara dikirimnya Surat Presiden dengan pembentukan Pansus IKN, belum ada satu patah kalimat pun yang dibahas di dalam pansus itu. Tahu-tahu, pada 18 Januari 2022, dini hari RUU selesai dibahas, paginya langsung sah menjadi Undang-Undang.

Dalam kurun waktu 42 hari sejak tanggal 7 Desember 2021 sampai 18 Januari 2022 itu, hanya ada dua kali konsultasi publik ke beberapa Universitas di Samarinda, Medan serta Makassar pada tanggal 11 dan 12 Januari 2022 atau enam hari sebelum disahkan. Suryadi bilang, pihak yang melakukan dua konsultasi itu tidak pernah duduk apalagi ikut membahas RUU IKN di dalam Panitia Kerja. Wadduh.

Ini artinya, yang meminta masukan dari publik adalah orang berbeda atau sebut saja penumpang gelap. Dan lebih menggelikan lagi, hasil konsultasi itu Suryadi bilang, tak pernah dibahas sekalipun di dalam rapat.

Mungkin karena waktu yang terus berjalan, makanya tak sempat membahas masukan dari masyarakat yang diwakili pihak akademis. Padahal, sudah sangat seharusnya itu menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan saat pembahasan RUU IKN.

Mardani bilang, dengan waktu yang cuma enam hari kemudian disahkan, sulit sekali mengharapkan kalau hasil konsultasi publik tersebut dibahas.

Sekedar catatan untuk menghitung waktu bersama-sama. Hari terakhir rapat Panitia Kerja RUU IKN, dimulai pukul 11:00 WIB tanggal 17 Januari 2022. 17 jam kemudian yakni pada 18 Januari 2022 pukul 03:16 WIB, Panja menyepakati beberapa hal yakni, IKN dipimpin kepala badan otorita yang setingkat menteri, meski secara administratif tingkat sama dengan provinsi.

Dan, seperti sudah disebutkan sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani tak menggubris suara dari anggota dewan yang mengkritisi RUU IKN. Terlebih, dokumennya tak dibagikan saat penetapan di paripurna.[]

Exit mobile version