Site icon Jernih.co

Toponimi yang Benar: Nabang, Tenabang Atau Tanah Abang?

Tanah Abang, dalam foto yang dibuat sekitar yahun 1.900. [Foto: KITIV}

Besar kemungkinan pengelola stasiun adalah orang Jawa, ia mengira penyebutan Tenabang itu salah, lalu ia mencoba untuk “meluruskan”. Kemudian hari muncul para “ahli tafsir” yang mengatakan Tanah Abang itu tanah berwarna merah. “Ahli tafsir” ini mungkin hendak menyeragamkan toponim Tenabang dengan Pal Merah, kawasan yang ada di dekatnya. Pal Merah jelas berasal dari batas jalan (pal) yang berwarna merah. Seperti halnya Pal Batu, batu yang dijadikan pal. Pal Putih, pal yang berwarna putih.

JERNIH–Sepuluh tahun lalu, manakala lintas Tebet-Tanah Abang masih dilewati mikrolet berkernet, tak jarang kita mendengar si kernet (kenek) berteriak lantang,”Nabang! Nabang!”  Benak kita segera refleks tahu bahwa yang dimaksudkannya adalah menawarkan tumpangan berbayar ke Tanah Abang.

Teriakan Si Kernet sejatinya sangat tepat bila ditilik dari sudut sejarah. Dalam buku tua yang terbit 1997,”Profil Orang Betawi”, budayawan Betawi Ridwan Saidi bercerita tentang seorang mayor Kompeni bernama Johannes Rach, yang bertugas di Batavia pada tahun 1780-an. Untuk mengisi waktu istirahatnya, ia melukis pelbagai bangunan dan panorama sudut-sudut kota Batavia.

Sebuah lukisan Johannes Rach menggambarkan panorama Tanah Abang di masa itu. Tampaknya lukisan itu dibuat dari arah Jalan Abdul Muis. Tanah Abang saat itu masih berupa bukit yang rimbun ditumbuhi pohon-pohonan. Judul lukisan itu “Nabang”. Sampai dengan akhir abad ke-19 tempat itu memang bernama Nabang. Dalam penulisan formal tempat itu diberi partikel “De” sehingga menjadi De Nabang.

Hingga sekarang orang Betawi menyebutnya Tenabang sebagai plesetan dari De Nabang itu. Konsonan “D” berubah menjadi “T”. Nabang adalah nama jenis pepohonan yang banyak tumbuh di atas perbukitan tersebut. Nabang, atau Tenabang, berubah menjadi Tanah Abang setelah pembangunan stasiun kereta api tahun 1890. Perusahaan KA Belanda menganggap Tenabang itu berasal dari Tanah Abang. Lalu nama itu secara resmi digunakannya sebagai nama stasiun kereta tersebut.

Besar kemungkinan pengelola stasiun adalah orang Jawa, ia mengira penyebutan Tenabang itu salah, lalu ia mencoba untuk “meluruskan”. Kemudian hari muncul para “ahli tafsir” yang mengatakan Tanah Abang itu tanah berwarna merah. “Ahli tafsir” ini mungkin hendak menyeragamkan toponim Tenabang dengan Pal Merah, kawasan yang ada di dekatnya. Pal Merah jelas berasal dari batas jalan (pal) yang berwarna merah. Seperti halnya Pal Batu, batu yang dijadikan pal. Pal Putih, pal yang berwarna putih.

Adapun Pal Meriam punya kaitan dengan perang Inggris-Prancis di Meester Cornelis tahun 1813. Inggris membangun arsenal (batterij) meriam di daerah yang sekarang disebut Pal Meriam itu.

Kebayoran berasal dari Bayur, nama jenis jati yang dalam bahasa latin disebut Pterospermum javanicum. Jenis jati ini banyak tumbuh di selatan kota dengan nama yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya Ganjur, lantas ada Ciganjur. Ada yang menyebutnya Wadang, atau Padang, lantas ada Jati Padang.

Nama-nama tempat di Asia, bukan cuma Jakarta, memang banyak yang mengacu pada alam flora. Tumbuhan rumput liar, disebut Krokot. Nama ini berasal dari khazanah Islam. Dalam sebuah hadits, Rasul SAW dikatakan bahwa di saat menjelang hari kiamat orang-orang Yahudi itu akan diharu-biru, tak ada orang atau benda yang bersedia melindungi dan menyembunyikan mereka, kecuali pohon Gurkut. Maka pohon, atau tumbuhan liar itu dinamakan Krokot. Dan ada tempat bernama Krekot. Adapun Krukut itu berasal dari transliterasi Arab untuk kata “Krokot” yang ditulis menjadi krukut, “kaf-ra-wau-kaf-wau-ta”. Seperti diketahui, di kawasan ini sejak lama banyak sekali orang Arab bertempat tinggal. [dsy-INILAH.COM]

Exit mobile version