“Melalui Surat ini memohon maaf kepada pimpinan dan warga Muhammadiyah atas komentar saya di Facebook terhadap seluruh warga Muhammadiyah di Akun Facebook tertanggal Minggu, 23 April 2023,” kata Andi Pengerang. Seperti laiknya para jago songong, Andi mengaku komentarnya yang mengancam warga Muhammadiyah itu tak lain karena dirinya terbakar emosi.
Oleh : Darmawan Sepriyossa
JERNIH–Sesumbar peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin, bahwa dirinya siap dilaporkan dan dipenjarakan terkait komentar nyolotnya di laman media sosial Facebook terkait perbedaan waktu Idhul Fithri 1444 H, ternyata hanya omong kosong. “Saur tanpa bukur”, kalau menurut urang Sunda. Ucapan songar itu cuma bertahan semalaman, karena sehari setelah mengunggah komentar tak beradab itu di laman medsos milik Prof Thomas Jamaluddin, Andi Pangerang justru bergegas meminta maaf.
“Melalui Surat ini memohon maaf kepada pimpinan dan warga Muhammadiyah atas komentar saya di Facebook terhadap seluruh warga Muhammadiyah di Akun Facebook tertanggal Minggu, 23 April 2023,” kata Andi Pengerang, seperti dikutip pula oleh detikcom, Senin(24/4)siang. Seperti laiknya para jago songong, Andi mengaku komentarnya yang mengancam warga Muhammadiyah itu tak lain karena dirinya terbakar emosi.
Andi mengaku, dirinya tak bisa menerima saat Profesor Thomas Djamaluddin, seniornya di kelompok riset antariksa BRIN, ‘diserang’ di media sosial. “Komentar tersebut dikarenakan rasa emosi dan ketidakbijaksanaan saya saat melihat akun Thomas Djamaluddin diserang oleh sejumlah pihak. Saya MEMINTA MAAF SEBESAR-BESARNYA KEPADA PIMPINAN DAN SELURUH WARGA MUHAMMADIYAH yang merasa tersinggung dengan komentar saya tersebut,” tulis Andi, dengan huruf besar sebagaimana ditulisnya di surat tersebut.
Komentar Andi memang ganjil untuk ukuran seorang terpelajar seperti dirinya. Melalui akun AP Hasanuddin, ia menuliskan kemarahan atas perbedaan sikap Muhammadiyah dalam urusan hari H Lebaran tahun ini.“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” kata Andi. Saat itu tentu masih dengan nada gagah, dong.
Tidak cukup hanya itu, Andi masih melanjutkan kemarahannya dengan pernyataan yang tidak proporsional. “Kalian Muhammadiyah, meski masih jadi saudara seiman kami, rekan diskusi lintas keilmuan tapi kalian sudah kami anggap jadi musuh bersama dalam hal anti-TBC (takhayul, bidah, churofat) dan keilmuan progresif yang masih egosektoral. Buat apa kalian berbangga-bangga punya masjid, panti, sekolah, dan rumah sakit yang lebih banyak dibandingkan kami kalau hanya egosentris dan egosektoral saja?”tulisnya. “Saya tak segan2 membungkam kalian muhammadiyah yang masih egosentris. udah disentil sama pak thomas, pak marufin dkk kok masih gak mempan…”
Karuan, pernyataan terbuka itu langsung menuai polemik terbuka yang panas di dunia maya. Prof Thomas, yang diklaim Andi sebagai senior yang ia bela, bahkan terimbas. Komentar ilmuwan astronomi yang disegani itu sempat dipertanyakan di banyak grup perbincangan WA (WAG). “Aflahal mufadilah. Ya. Sdh tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas,”tulis Prof Thomas di laman FB-nya. Itulah pesan yang kemudian dikomentari Andi Pangerang dengan pernyataan yang kontroversial tersebut.
Jurnalis senior dan Ketua Dewan Riset Daerah Kabupaten Wonosobo, Farid Gaban, dalam sebuah WAG mengomentarinya melalui diskusi yang cukup panjang. Menurut Farid, pernyataan Prof Thomas juga membawa problema tersendiri. “Yang problem di situ, Pak Thomas menyatakan Muhammadiyah tak taat pemerintah karenanya tak berhak fasilitas pemerintah. Itulah yang menjadi pangkal soal,”tulis Farid. Penulis buku catatan jurnalistik “Dor! Sarajevo!” dan “Belajar Tidak Bicara” itu mengatakan, menyebut Muhammadiyah tidak taat pemerintah (dan karenanya tak berhak atas fasilitas negara), apalagi mengancam bunuh itu bukan cuma soal perbedaan pendapat. “Itu sudah masuk kategori hate speech yang tidak bisa dibiarkan. Ini bukan soal perdebatan mana yang lebih kita suka: tahu atau tempe.”
Farid menyakii, menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi dan memfasilitasi warganya dalam segenap urusan, termasuk kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan keyakinan mereka. Dalam kasus ini, Farid menegaskan, ketaatan tersebut ditunjukkan dengan konsistennya warga Muhammadiyah membayar pajak. Sementara, “Bahkan yang miskin dan terlalu miskin untuk bisa bayar pajak pun punya hak konstitusional untuk dilayani negara, dan mengkritik pemerintah. Itu yg disebut citizenship (kewargaan). Konsep ini makin dilupakan karena kecenderungan melihat publik sebagai “pasar” dan “konsumen”, bukan warga negara (citizen),”tulis Farid.
Terkait kian banyaknya orang-orang terdidik yang justru mengesankan keganjilan berpikir, Farid mengatakan hal itu menunjukkan bahwa dunia pendidikan Indonesia memang tengah bermasalah. “Kalau provokatornya orang berpendidikan dan punya jabatan publik yang tinggi, ya, artinya kita tidak sedang baik-baik saja.”
Kini, datang dan tilemnya Bulan yang menandai pergantian hari tampaknya hanya mendatangkan kegundahan bagi Andi. Benar, reaksi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, setelah sekian lama berdiam diri bisa dibilang cukup menenteramkan. “Sebaiknya jangan ada pemikiran yang kerdil terhadap agama dan wawasan kebangsaan,”kata Haedar, yang beredar dalam banyak meme dan pesan digital. “Warga Muhammadiyah harus tetap menunjukkan sikap yang santun dan beradab.”
Tetapi tentu saja imbauan itu seharus tak bisa menghentikan laju penyelidikan-penyidikan polisi, setelah Andi kini dilaporkan kepada lembaga penegak hukum tersebut. Senin (24/4) lalu, perwakilan Muhammadiyah mendatangi Markas Polres Jombang, Jawa Timur, dan melaporkan Andi. Laporan mereka telah diberkas dalam dokumenbernomor: STTLPM/68/IV/2023/SPKT/Polres Jombang/Polda Jatim.
Di sisi lain, posisi Andi di internal BRIN pun tak bisa dibilang ‘aman terkendali’.Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dalam pernyataan yang dikutip banyak media massa dengan tegas menyayangkan kelakuan Andi. “Sangat disayangkan, perbedaan ini memicu isu yang kurang produktif dan disinyalir terkait dengan salah satu sivitas BRIN,” kata Laksana, Senin (24/4) lalu. Meski menyatakan masih melakukan pengecekan, Laksana berjanji akan menindaklanjuti persoalan tersebut. “Apabila penulis komentar tersebut dipastikan ASN BRIN, sesuai regulasi yang berlaku BRIN akan memproses melalui Majelis Etik ASN, dan setelahnya dapat dilanjutkan ke Majelis Hukuman Disiplin PNS sesuai PP 94/2021,”kata dia.
Tinggallah hari-hari Andi ke depan, yang tampaknya akan membuatnya gerah. Yang tersisa seolah adegan dalam lakon-lakon lawakan di layar televisi kita, manakala tokoh pelawak Bolot gundah setelah keceplosan bicara nyampah. Untung, bagaimanapun Andi telah menyatakan penyesalan. “Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan semacam ini lagi di waktu-waktu mendatang,”kata Andi dalam surat pernyataan yang ia tanda tangani. Bukankah, konon, kita ini bangsa pemaaf dan –ini dia–mudah lupa? []