Maka dari itu, pendidikan harus menjadi wahana masyarakat untuk belajar menjadi “manusia merdeka”, yakni manusia mandiri dengan tiga sifat: berdiri sendiri, tak tergantung pada orang lain, dan bisa mengatur diri sendiri.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Burung yang bertengger di atas dahan tak pernah takut dahannya patah. Kepercayaannya tak diletakkan pada dahan, melainkan pada kemampuan terbang sayap-sayapnya sendiri.
Begitu pun daya sintas suatu bangsa. Kepercayaan dirinya tak bisa disandarkan pada sumber daya alam semata. Kita perlu membangun kapabilitas manusia merdeka yang berkemandirian.
Masalahnya, bablasan mentalitas kaum terjajah membuat lapis tebal masyarakat kita kurang kenal diri, kurang menghargai diri, lemah pendirian, lemah kepercayaan diri, yang berujung pada krisis kepribadian-kemandirian. Maka dari itu, pendidikan harus menjadi wahana masyarakat untuk belajar menjadi “manusia merdeka”, yakni manusia mandiri dengan tiga sifat: berdiri sendiri, tak tergantung pada orang lain, dan bisa mengatur diri sendiri.
Pribadi mandiri yang hendak ditumbuhkan tidak mengarah pada kedirian yang bersifat individualistis dalam garis libertarian. Melainkan kedirian etis yang bisa menempatkan keistimewaan dan kapabilitas dirinya dalam semangat pelayanan bagi keserasian jagad besar.
Dalam proses perjuangan warga untuk “belajar merdeka” (mandiri), diperlukan pendekatan “merdeka belajar”. Tetapi “merdeka belajar” tak bisa dicapai tanpa dilandasai proses penumbuhan kapabilitas “belajar merdeka”. Hanya setelah belajar terbang bebas, jatuh-bangun mengarungi rintangan dari ranting ke ranting, burung bisa menikmati merdeka terbang. [ ]