Seketika saya teringat kelakar Desmond Tutu, “Berilah orang seekor ikan akan memberinya makanan untuk satu hari. Ajarilah orang memancing ikan, niscaya memberinya makanan untuk seumur hidup. Ajarilah orang bersepeda dan dia akan menyadari betapa memancing itu beloon dan menjemukan.”
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, sudah lama saya tak bersepeda. Waktu studi di Canberra, sepeda menjadi teman setia yang menemaniku berkendara menuju dan pulang kampus. Beberapa kali saat mengayuh sepeda sekonyong diterjang burung Magpie yang menjadi agresif jelang musim semi. Ah, sungguh pengalaman ngeri-ngeri sedap!
Pengalaman itu terkenang kembali saat mengunjungi Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur. Mendapati sepeda sebagai alternatif berkendara menjelajahi hutan rindang, saya pun langsung memilihnya.
Benar saja, menyusuri lebat hutan, mengikuti kontur jalan yang mendaki dan menurun, sambil mengayuh sepeda memberi sensasi istimewa. Bersepeda melupakan kekalutan rutinitas hidup lewat penyatuan kembali pikiran dengan perasaan dan tubuh.
Bersepeda di alam hijau juga serasa menari dalam tarian semesta. Dalam dengus nafas yang kian terengah, hembusan angin segar dan oksigen bersih yang terhisap paru-paru membuat kedirian berpadu dengan alam raya, meleburkan mikrokosmos dan makrokosmos dalam harmoni yang indah.
Seketika saya teringat kelakar Desmond Tutu, “Berilah orang seekor ikan akan memberinya makanan untuk satu hari. Ajarilah orang memancing ikan, niscaya memberinya makanan untuk seumur hidup. Ajarilah orang bersepeda dan dia akan menyadari betapa memancing itu beloon dan menjemukan.” [ ]