Site icon Jernih.co

Bisakah Mendag Zulhas Memanfaatkan Mestakung?

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, saat melakukan inspeksi mendadak ke pasar.

Dalam budaya Islam di Indonesia, pesantren dikenal kuat memegang prinsip “memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik” (al-muhafadzah ala al-qadim al-salih, wa al-akhzu bi al-jadid al-aslah).  Dengan mengadopsi prinsip ini, Zulhas telah memilih sikap sebagai neomodernis. Istilah memelihara hal-hal lama yang baik (al-muhdafadzah ala al-qadim al-salih) adalah refleksi dari memelihara tradisi baik, sedangkan mengambil hal-hal baru yang lebih baik (a-akhzu bi al-jadid al-aslah) adalah refleksi sikap modern untuk terus melakukan perbaikan yang berkelanjutan (kaizen) di kementerian.

Oleh   : Darmawan Sepriyossa

JERNIH– Awal pekan ini lembaga survey Indonesia Polling Stations (IPS) merilis hasil survey terakhir mereka berkenaan dengan perombakan kabinet (reshuffle) yang dilakukan Presiden Jokowi. Hasilnya, mayoritas publik setuju dengan reshuffle kabinet dengan angka persetujuan dari 60,3 persen masyarakat. Itu angka yang besar, karena dengan kata lain, dua dari tiga orang setuju dengan perombakan tersebut.

Darmawan Sepriyossa

Yang menarik, Direktur Eksekutif IPS, Alfin Sugianto, mengungkapkan bahwa alasan terbesar masyarakat menyetujui reshuffle tidak lain karena Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, yang telah diganti, dinilai tidak banyak membantu masyarakat dalam mengatasi krisis minyak goreng (migor), unsur sembako yang sangat penting bagi khalayak.

Bagi menteri perdagangan baru, Zulkifli Hasan (Zulhas), hasil survey tersebut benar-benar baik dan berguna. Artinya, tidak hanya mendapatkan apa yang disebut mendiang Harmoko sebagai ‘petunjuk Bapak Presiden’ dalam pertemuan pra dan usai pelantikan dirinya sebagai menteri perdagangan, kini Zulhas pun telah mendapatkan ‘petunjuk’ rakyat banyak. Bagaimana pun, benar bahwa sebagai menteri dirinya adalah pembantu presiden. Tetapi dalam negara demokrasi, di mana kehendak rakyat menempati posisi untuk diberi penghargaan  tertinggi, ia pun hakikatnya adalah pembantu dan pelayan masyarakat.

Hasil survey tersebut bahkan sejatinya memberikan justifikasi atas langkah-langkah yang akan dilakukannya ke depan, untuk mencoba memberikan yang terbaik buat masyarakat. Dalam hal ini, sesuai petunjuk Presiden, tentu saja adalah memastikan ketersediaan pangan dan menjaga agar harganya sesuai dengan daya beli masyarakat. Secara sederhana, dengan hasil survey yang dilakukan IPS dalam partisipasinya sebagai bagian dari tanggung jawab publik tersebut, Mendag Zulhas kini punya lebih banyak acuan.     

Karena yang mengemuka dalam urusan pemenuhan sembilan bahan pokok (sembako) rakyat ini minyak goreng, maka urusan ini layak menjadi salah satu fokus kerja Zulhas. Sebagai produsen minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006, dengan produksi mencapai 43,5 juta ton dan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun, wajar jika urusan sawit ini jadi salah satu fokus dan prioritas. Mendag bisa mengurusi bahkan tak hanya pada urusan perdagangannya, melainkan bersama Kementerian Pertanan dan lembaga-lembaga negara terkait lainnya memperkuat sisi paling elementer dalam persoalan ini: petani sawit. Menguatkan mereka yang berada di garda depan, pelaku paling langsung terkait produksi sawit, sejatinya juga akan memperkuat posisi dan daya tawar Indonesia, yang dalam urusan harga minyak sawit mentah (CPO) ini masih sangat ditentukan Malaysia.

Dua tahun adalah waktu yang singkat. Bila perhatian Zulhas buyar atau terpecah pada terlalu banyak isu, sulit berharap kesuksesan dalam memimpin Kemendag bisa diraih. Ini bukan semata soal legacy yang ujung-ujungnya bermuara pada popularitas. Yang lebih penting dan layak dipikirkan justru bahwa sukses kinerja itu akan berimbas kepada kemaslahatan orang banyak. Jadi, niat awal meraih sukses pun harus digeser dari sekadar legacy dan nama baik, menjadi sebanyak mungkin memberikan manfaat bagi rakyat banyak.

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain,” sabda Nabi yang diriwayatkan jumhur ulama—hadits riwayat Ahmad, ath-Thabrani, dan ad-Daruqutni, meski dihasankan oleh al-Albani di dalam “Shahihul Jami” sebagai hadits no:3289.

Beruntung Zulhas, karena menteri yang ia gantikan juga bukan berkualitas ‘kaleng-kaleng’. Benar Lutfi terpeleset dalam urusan migor, tapi dalam hal lain kinerjanya tak bisa dipandang sebelah mata. Menilai Lutfi berhasil mewujudkan reputasi positif kementerian yang ia pimpin dan pemerintah di  mata publik, PR Indonesia pada Desember 2021 menobatkan Lutfi sebagai “Pemimpin Paling Populer (Most Popular Leader)” selama tahun 2021. Menurut CEO PR Indonesia Group, Asmono Wikan, penghargaan itu sekaligus mengukuhkan Lutfi sebagai menteri berkinerja terbaik dan paling dikenal oleh masyarakat luas.

Hanya sepekan kemudian Lutfi juga menerima penghargaan dari Ikatan Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia (IPIMTI), yang diserahkan Ketua IPIMTI, Sri Puguh Budi Utami.

Berarti, banyak pula ‘peninggalan’ atau hasil kerja Lutfi yang baik dan layak diteruskan. Dengan kondisi seperti itu, sebetulnya Mendag Zulhas bisa mengadopsi nilai-nilai kepemimpinan pesantren dalam tugasnya di Kementerian Perdagangan.

Dalam budaya Islam di Indonesia, pesantren dikenal kuat memegang prinsip “memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik” (al-muhafadzah ala al-qadim al-salih, wa al-akhzu bi al-jadid al-aslah).  Dengan mengadopsi prinsip ini, Zulhas telah memilih sikap sebagai neomodernis. Istilah memelihara hal-hal lama yang baik (al-muhdafadzah ala al-qadim al-salih) adalah refleksi dari memelihara tradisi baik, sedangkan mengambil hal-hal baru yang lebih baik (a-akhzu bi al-jadid al-aslah) adalah refleksi sikap modern untuk terus melakukan perbaikan yang berkelanjutan (kaizen) di kementerian.

Apalagi kehadiran Zulhas di Kemendag didukung kondisi alam, yang dalam istilah Prof Yohannes Surya disebut sebagai ‘’mestakung” atau semesta mendukung. Hanya dua hari setelah pelantikan Zulhas sebagai menteri perdagangan, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-12 WTO di Jenewa, Swiss, menegaskan  serangkaian inisiatif perdagangan yang disebut “Geneva Package”. Salah satu dari tujuh dokumen paket tersebut, terutama pada dokumen ketiga yakni Ministerial Declaration terkait Emergency Response to Food Insecurity dan Keempat, Ministerial Decision terkait World Food Programme (WFP) Food Purchases Exemptions from Export Prohibitions or Restrictions, sangat mendukung negara-negara yang antusias mengembangkan perdagangan dalam menjamin kelangsungan pangan rakyatnya.

Dengan dua dokumen dari tujuh kesepakatan tersebut, WTO telah mengambil langkah agar perdagangan pangan dan pertanian lebih mudah diprediksi, terjaga dalam kestabilan harga, guna mempermudah program pangan dunia.

Ada satu lagi persoalan lain di Kemendag yang menurut saya layak pula menjadi fokus perhatian Zulhas. Tapi mungkin akan kita bicarakan lain kali. [  ]  

Exit mobile version