Penulis: Yudi Latif
Saudaraku, ibarat bening embun yang terperangkap di daun lusuh, kepulangan kita ke Idul Fitri kali ini melahirkan situasi ‘kesucian’ yang riskan.
Pribadi-pribadi boleh saja terlahir kembali bak embun suci, tetapi ruang publik tempat menjalani hidup bersama boleh jadi relung yang cemar.
Di satu sisi, kita harus tetap menjaga sikap hidup yang positif dan optimis, sebab pemikiran negatif tak akan membawa kebaikan. Psikolog David D Burn mengingatkan bahwa depresi kejiwaan merupakan hasil pemikiran yang salah. Ketika seseorang atau suatu bangsa depresi oleh belenggu pesimisme, daya hidup dilumpuhkan oleh jeratan 4D—defeated (rasa pecundang), defective (rasa cacat), deserted (rasa ditinggalkan) dan deprived (rasa tercerabut)—yang dihayati sebagai kebenaran dan kenyataan sejati.
Di sisi lain, optimisme tersebut haruslah bersifat realisitis, bahwa kegembiraan tidaklah datang dengan sendirinya sebagai tiban. Tidak ada pencapaian tanpa usaha kesengajaan dan kegigihan.
Pelbagai krisis yang kita alami saat ini pada hakekatnya merupakan letupan permukaan dari krisis kebatinan karena kita mengabaikan olah jiwa.
Semoga dengan kembali ke fitrah manusia dan fitrah bernegara, kita bisa menemukan kembali tenaga batin yang dapat mengantarkan bangsa meraih kemenangan!