Site icon Jernih.co

Fitrah Kepahlawanan

ilustrasi

Di tengah pesta pora elite negeri, yang melupakan rakyat sebagai yatim piatu, warga tak bisa terus meratapi penderitaan sambil melamunkan kedatangan Sang Herucokro. Warga harus bangkit bertempur, menghidupkan jiwa warrior dalam dirinya.

Oleh   : Yudi Latif

JERNIH– Saudaraku, di Hari Pahlawan kemarin, Yudi Latif’s Private Library menghaturkan buku Carl S. Pearson, “The Hero Within: Six Archetypes We Live By” (2015).

Yudi Latif

Psikolog Pearson mengingatkan bahwa orang-orang biasa bisa menghadirkan kehidupan luar biasa apabila mampu mendayagunakan “the power of mythic archetypes“, yakni mitos tentang pola dasar (archetype) kepahlawanan dalam diri.

Menurut Pearson, ada enam model pola dasar kepahlawanan dalam diri. Model yatim piatu (orphan): memandang hidup sebagai penderitaan; tugas kepahlawanannya berjuang mengarungi kesulitan.

Model pengembara (wanderer): memandang hidup sebagai petualangan; tugas kepahlawanannya menemukan kesejatian diri.

Model pendekar (warrior): memandang hidup sebagai pertarungan; tugas kepahlawanannya membuktikan harga diri.

Model murah hati (altruist): memandang hidup sebagai komitmen terhadap kebajikan lebih luhur; tugas kepahlawanannya menunjukkan pertolongan (pelayanan).

Model bersahaja (innocent): memandang hidup sebagai keriangan; tugas kepahlawanannya meraih kebahagiaan.

Model tukang sulap (magician): memandang hidup sebagai seni menciptakan dunia; tugas kepahlawanannya mentransformasikan diri.

Di tengah pesta pora elite negeri, yang melupakan rakyat sebagai yatim piatu, warga tak bisa terus meratapi penderitaan sambil melamunkan kedatangan Sang Herucokro. Warga harus bangkit bertempur, menghidupkan jiwa warrior dalam dirinya.

Ketika politik menjelma jadi seni memerintah dengan menipu rakyat demi kerakusan elitis, kepahlawanan yang harus dibangkitkan dalam diri adalah jiwa “murah hati” (altruist) yang rela melayani.

Akhirnya, di republik korup yang dirayakan maling teriak maling, ratusan undang-undang dibuat untuk dilanggar, diperlukan aktor politik yang mampu menghidupkan kekuatan magician.

Magician menjalani hidup secara innocent, tetapi lebih aktif sebagai pembuat perubahan. Seorang magician bersedia bangkit berdiri, bahkan jika penuh risiko atau menuntut perubahan revolusioner.

Jika para warrior lebih mengandalkan kehendak dan kekerasan hati untuk membuat perubahan, para magician percaya kekuatan visi akan menciptakan momentumnya tersendiri. Terpancar dari sosok magician spt Mohandas K Gandhi, Martin Luther King, Nelson Mandela, Ali Shariati. [ ]

Exit mobile version