Tantangan membuat hidup menarik; mengatasinya membuat hidup bermakna. Merayakan hidup bukan berarti cuaca tak pernah mendung, namun dalam kondisi terburuk sekali pun, lentera jiwa tak mudah padam. Gigih belajar mengarungi lorong gelap hingga menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Seseorang bertanya padaku tentang cuaca. Jawabku: “Cuaca hari ini akan seperti yang kita inginkan.”
Ia pun keheranan,”Bagaimana kau tahu?” Jawabku: “Dalam perjalanan panjang mengarungi lika-liku hidup, kutahu kehidupan tak selalu berjalan sesuai harapan. Apa pun yang menimpaku akan kuhadapi dengan jembar jiwa.”
Rasa syukur dan terima kasih melapangkan cakrawala kehidupan. Ia mengisi ingatan kita dengan ketulusan hati, bukan angan ambisi; membuat apa yang kita miliki jadi kecukupan, bahkan kelebihan, penolakan jadi penerimaan, kekacauan jadi ketenteraman; membuat makanan jadi selamatan, rumah fisik (house) jadi pesanggrahan (home), yang asing jadi kerabat.
Tantangan membuat hidup menarik; mengatasinya membuat hidup bermakna. Merayakan hidup bukan berarti cuaca tak pernah mendung, namun dalam kondisi terburuk sekali pun, lentera jiwa tak mudah padam. Gigih belajar mengarungi lorong gelap hingga menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Neokorteks otak manusia menjadikannya makhluk pencari makna yang menyadari akan kebingungan dan tragedi nestapa manusia, dan jika kita tak menemukan semacam arti paling mendalam dari hidup, kita mudah jatuh ke lembah keputusasaan. Adapun makna hidup terengkuh dengan jalan mengembangkan cinta asih.
Dunia dapat menjadi surga ketika kita saling mencintai, mengasihi, melayani, dan saling menjadi sarana bagi pertumbuhan batin dan keselamatan. Dunia juga bisa menjadi neraka jika kita hidup dalam rongrongan rasa sakit, pengkhianatan, kehilangan cinta, dan miskin perhatian.
Dalam impitan kesulitan yang melilit rakyat, para pemuka bangsa dituntut mawas diri. Derita rakyat acap kali disebabkan tabiat para pemimpin yang lebih mengedepankan cinta kuasa ketimbang kuasa mencintai.
Thich Nhat Hanh mengisahkan seorang raja yang ingin membuat keputusan yang benar, lantas mengajukan pertanyaan pada seorang biksu. ”Kapan waktu terbaik mengerjakan sesuatu? Siapa orang paling penting untuk bisa bekerja sama? Apakah perbuatan terpenting untuk dilakukan sepanjang waktu?”
Biksu itu pun menjawab,”Waktu terbaik adalah sekarang, orang terpenting adalah orang terdekat, dan perbuatan terpenting sepanjang waktu adalah memberikan kebahagiaan bagi orang sekelilingmu.” [ ]