Site icon Jernih.co

Horison Buku Babon

Dalam dua puluh dua bagian narasi, buku ini menampilkan kekayaan, kekhasan dan kontribusi alam, manusia serta peradaban Nusantara dalam bentangan sejarah dunia. Namun, ketika kilau itu meredup dalam diskontinuitas dan kehilangan vitalitas, kita perlu memeriksa akar-akar sejarahnya. Kebijakan domestikatif kolonial, ditambah tata kelola politik, ekonomi, dan budaya pascakolonial yang kurang sehat, telah memicu disrupsi dan kelembaman peradaban.

Oleh     :  Yudi Latif

JERNIH– Buku “Apa Jadinya Dunia tanpa Indonesia?” adalah ikhtiar besar untuk menyingkap makna alam, manusia, dan peradaban Indonesia bagi dunia—bukan sekadar cermin pengingat kejayaan, melainkan lentera yang membangunkan kembali rasa arah dan harga diri bangsa.

Ia mengetuk pula nurani dunia: bahwa peradaban global tak pernah berdiri sendiri. Ada sumbangsih Indonesia yang kerap hadir tanpa dikenali, memberi tanpa sempat dihargai.

Upaya ini bukan untuk mengultuskan masa lampau, melainkan menegakkan keadilan pandang. Atas nama kasih Sang Pencipta, mustahil Ibu Semesta menakdirkan satu belahan bumi sebagai tunggal pusat cahaya, sementara belahan lain hanya menjadi bayang-bayang.

Sejarah yang sering digambarkan mengalir satu arah—dari Barat ke Timur—perlu dibaca ulang. Peradaban bukan garis lurus, melainkan arus perjumpaan: saling belajar, saling memperkaya, saling menyempurnakan. Di sanalah lahir kemajuan yang berkeadilan—warisan bersama umat manusia.

Penulisan ini pun bukan pemujaan abu sejarah, melainkan pencarian api pelajaran. Join the past to build anew! Sebagaimana pelari yang mundur sejenak untuk mengumpulkan tenaga, demikian kebudayaan kadang perlu menoleh, bukan untuk tenggelam dalam nostalgia, melainkan untuk menemukan daya bagi lompatan ke depan.

Dalam dua puluh dua bagian narasi, buku ini menampilkan kekayaan, kekhasan dan kontribusi alam, manusia serta peradaban Nusantara dalam bentangan sejarah dunia.

Namun, ketika kilau itu meredup dalam diskontinuitas dan kehilangan vitalitas, kita perlu memeriksa akar-akar sejarahnya. Kebijakan domestikatif kolonial, ditambah tata kelola politik, ekonomi, dan budaya pascakolonial yang kurang sehat, telah memicu disrupsi dan kelembaman peradaban.

Karena itu, setiap bagian buku ini bukan hanya menyingkap anugerah dan potensi, tetapi juga mengingatkan kerentanan, tantangan, dan ancaman yang mesti dihadapi—agar cahaya masa lalu sungguh menjadi energi kebangkitan bagi masa depan. [ ]

Exit mobile version