Saat hujan reda, penyusuran kenangan itu seketika harus berganti jadi perburuan bayang impian tak bertepi. Sungguh pergulatan hidup ini seperti mengejar kijang dengan melepaskan trenggiling. Acapkali kita mengejar harapan dengan meninggalkan kebahagiaan di belakang
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, hujan ini membawaku ke hulu kenangan. Menziarahi masa kanak-kanak saat menyusuri galengan pesawahan. Membenamkan kaki ke lumpur, “ngurek” belut, menyumpit kokondangan di sela batang padi.
Aku mengingatnya merayakan hujan lebat dengan permainan perang lumpur. Sambil berdansa berloncatan di tengah sawah gundul, bola lumpur di kepal tangan dihempaskan ke tubuh kawan. Bergantian pura-pura mati dan hidup, dengan teriak kegirangan.
Ah, sungguh kebahagian itu sederhana. Saat banjir melanda, kami cukup bersuka cita menangkap ikan jumpalitan terseret arus ke ketinggian. Saat banjir surut, kami beruntung bisa memancing lauk di sungai keruh. Saat sungai kembali normal, kami mengais rezeki dengan “neger” lele di malam hari.
Sekarang saat hujan reda, penyusuran kenangan itu seketika harus berganti jadi perburuan bayang impian tak bertepi. Sungguh pergulatan hidup ini seperti mengejar kijang dengan melepaskan trenggiling. Acapkali kita mengejar harapan dengan meninggalkan kebahagiaan di belakang. [ ]