Untuk jaya dan makmur, suatu negara tak bisa memiliki (banyak) universitas miskin. Kapasitas suatu bangsa bisa saja diukur dengan PDB atau kekuatan militernya, namun tak bisa mengabaikan fakta pentingnya mutu pendidikan dan penelitian.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH–Saudaraku, dunia pendidikan terkait erat dengan dunia politik, dan kita harus memastikan hubungan keduanya saling memperkuat dan menyehatkan, bukan saling melemahkan.
Dalam buku “Empire of Ideas: Creating the Modern University from Germany to America to China” (2022), William C. Kirby memberi uraian menarik. Universitas Berlin, pelopor universitas riset modern, didirikan pada 1810 sebagai senjata budaya untuk memperkuat negara Prussia usai kalah perang dari Prancis (1806), dengan memperbaharui kuasa pengetahuan. Dalam sambutan pasca-kekalahan, Raja Frederick William III mengatakan, “Negara harus menggantikan apa yang kalah dalam kekuatan fisik dengan kekuatan intelektual.”
Begitu pun sejarah universitas di AS. Universitas tertua di negara itu, Universitas Harvard, untuk masa terpanjang abad pertamanya merupakan universitas negara (negara bagian). Meski berubah jadi universitas swasta, namun tetap mempertahankan komitmennya bagi tujuan kepublikan. Selama perang Dunia I dan II, universitas ini jadi tanki pemikir dan pemasok teknologi bagi kemenangan perang.
Di China, Universitas Tsinghua didirikan dengan misi kebijakan luar negeri: untuk mempererat hubungan AS dan China dengan mengirimkan alumni Tsinghua ke AS. Saat ini Tsinghua merupakan penerima talenta terbaik AS dan internasional yang dengan cepat naik tangga jadi institusi pendidikan tinggi kelas dunia.
Untuk jaya dan makmur, suatu negara tak bisa memiliki (banyak) universitas miskin. Kapasitas suatu bangsa bisa saja diukur dengan PDB atau kekuatan militernya, namun tak bisa mengabaikan fakta pentingnya mutu pendidikan dan penelitian.
Kekuatan ekonomi dan politik global terhebat dalam tiga abad terakhir merupakan pemimpin dalam pengetahuan dan kesarjanaan. Prancis mendominasi Eropa secara lebih bertahan dengan kekuatan ide ketimbang kekuatan militer. Abad 19, Britania, Prancis dan Jerman melesat jadi kekuatan dunia, bersamaan dengan keunggulannya dalam dunia pendidikan dan pengetahuan. Begitu pun kejayaan Asia Timur saat ini.
Tak ada perbantahan antara rezim liberalis-kapitalis dan sosialis-komunis akan pentingnya pengetahuan. Mao meyakini, “Sebanyak apa pun mimpi kita, alam akan memberikannya sejauh ada pengetahuan.“ [ ]