Jernih.co

Madah Cinta Andalusia

Penulis sejarah Yahudi, Solomon Grayzel, dalam bukunya A History of the Jews (1986), menyatakan, masa kejayaan umat Islam dai Andalusia, adalah masa kejayaan umat Yahudi juga.

Oleh  :  Usep Romli H.M.

ANDALUSIA adalah nama kuno untuk Spanyol sekarang. Nama yang identik dengan sejarah  kekuasaan umat Islam selama kurang lebih 800 tahun (750-1492). Rentang masa yang sangat cukup untuk memahat sejarah dan membentuk sebuah peradaban tinggi.

Memang Andalusia pada waktu itu telah menjadi pintu dan jendela bagi transformasi peradaban dari belahan bumi Timur kebelahan bumi Barat. Gerakan renaisance yang menyibak tirai Abad Kegelapan (Dark age) Eropa, diakui oleh semua pihak, bersumber dari kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Andalusia yang diusung umat Islam. Pada waktu itu, umat Islam Andalusia benar-benar mampu mengaplikasikan prinsip rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam). Berperan dalam membawa umat manusia dari zulumat (kegelapan) kepada nur (cahaya).

Usep Romli HM

Para ilmuwan Eropa yang mayoritas non-Muslim, berdatangan ke Andalusia. Mereka bersimpuh di depan para guru Muslim yang mengajar di madrasah-madrasah Kota Cordoba, tatkala umat Islam berada di puncak kejayaan kekuasaan (750-1031). Bahkan setelah kejayaan itu mulai meredup dan kekuasaan beralih ke tangan mulukuth thawaif (raja-raja kecil) dan pusat-pusat budaya menyabar ke kota-kota selain Cordoba, seperti Sevila, Malaga, Toledo, Saragosa, Valencia, dan terakhir di Granada. Nama-nama tenar ilmuwan Eropa Abad Pertengahan, seperti Roger Bacon, adalah produk langsung Andalusia. Leonardo dan Vinci, seniman dan ilmuwan termashur lainnya, konsumen utama dan pertama ilmu-ilmu yang ditransfer dari Andalusia ke Eropa.

Walau pun yang berkuasa di Andalusia umat Islam, dan hukum yang berlaku hukum Islam, tapi yang menikmatinya seluruh umat manusia. Penulis sejarah Yahudi, Solomon Grayzel, dalam bukunya A History of the Jews (1986), menyatakan, masa kejayaan umat Islam dai Andalusia, adalah masa kejayaan umat Yahudi juga. Umat Yahudi yang dikejar-kejar di mana-mana, dijadikan warga terendah dengan kehinaan dan kepapanan, di Andalusia mendapat tempat terhormat. Bukan saja di bidang ekonomi dan administrasi, tapi juga di bidang ilmu dan kebudayaan.

Grayzel menyatakan, di Andalusia, umat Yahudi mengalami “Abad Keemasan” (The Golden Age) yang melahirkan master-master di berbagai sektor kehidupan. Antara lain di bidang sastra, tampil tiga penyair umat Yahudi Abad Pertengahan, yaitu Solomon ben Gabirol (1021-1069), Moses ben Ezra (1080-1139), dan Judah ha-Levi (1086-1145). Dan yang terpenting, di Andalusia pula lahir filsof nomor wahid Yahudi, Moses ben Maimon (1135) alias Maimonedes. Tokoh yang dianggap “Musa kedua” berkat karya-karya filsafatnya yang spektakuler, seperti Moreh Nebuchim dan Misnah Torah. Moses ben Maimun adalah orang Yahudi pertama yang berhasil merumuskan etika Judaisme yang menjadi pegangan hidup umat Yahudi hingga kini. Salah seorang guru Moses ben Maimon adalah Ibnu Rusyd, tokoh agama dan filsafat Islam Andalusia termashur.

Di kalangan umat Islam sendiri, sudah tentu lahir para ilmuwan dan budayawan yang mengharumkan nama Andalusia Buku Mausu’atu Sua’araul Andalusia susunan Abdul Hakim Waaliy (Darul Asmah, Amman, Yordan, 2001) mencatat sekitar 1.200 orang sastrawan dan budayawan Andalusia, beserta karya-karyanya. Alhasil, dalam 800 tahun kekuasaan umat Islam, setiap tahun lahir antara 1-2 orang sastrawan.

Pengaruh sastra dan budaya Andalusia jauh menghunjam ke lubuk paling dasar dunia sastra Eropa. Jejak puisi lirik, epik, dan narasi sastra Andalusia, dapat ditelusuri hingga ke karya-karya Shakespeare, Byron, Shelley, dan pentolan sastra Inggris klasik lainnya. Juga tampak jelas pada seniman-seniman troubador dari Prancis, Italia, hingga ke pedalaman Eropa Tengah.

Bentuk puisi muwasysyah dan zajal, yang dikembangkan para seniman puisi Andalusia abad 12-14, begitu lekat memberi nuansa pada puisi-pisi Eropa sezaman dan zaman-zaman sesudahnya. Dr.Soher el Kamalawy dan Dr.Mahmoud Ali Kakky telah membuat telaah yang sangat brilian tentang muwasysyah dan zajal serta pengaruhnya terhadap perpuisian Eropa (dimuat dalam buku Islam and Arab Contribution to the European Renaisance, hasil penelitian hasil atas usaha Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO, 1977).

Ciri khas puisi Arab di kawasan aslinya, gurun pasir Timur Tengah, adalah suara cinta, kepahlawanaan, harga diri, kenangan masa lalu dan harapan masa depan. Dirangkai dalam bait-bait qasidah yang serasi untuk dibacakan atau dinyanyikan. Ketika berpadu dengan alam Andalusia yang subur menghijau, tema puisi itu semakin menonjol. Kebanggaan menapakkan kaki di tanah taklukan dan kekuatan tarikan tanah asal, menjadikan puisi-puisi Andalusia kental dengan tema cinta berikut segala keragaman dan keunikannya.

Puisi-puisi cinta itulah yang lahir dari kreasi penyair sekelas Muqadim Ibnu Mu’afa al Qabri, yang memopulerkan muwasysyah dan zajal, Abu Walid Ismail, Ibnu Walid al Badayihi, Ibnu Tarsa al Qurthubi, dan lain-lain.

Dan yang paling menonjol, sudah pasti Ibnu Hazm (Cordoba, 944-1064). Sebab selain terkenal sebagai sastrawan penulis buku puisi Tauqul Hamamah (“Kalung Burung Merpati”), Ibnu Hazm terkenal pula sebagai ulama fikih dan perbandingan agama. Karyanya di bidang ilmu fikih Al Muhalla (15 jilid), dan di bidang perbandingan agama  Al Fasl fi al Milali wa al Ahwa wa an Nihal, di anggap sangat bernilai tinggi di bidangnya masing-masing. Ibnu Hazm juga menulis buku Risalah fi Fadlail Ahlu Andalus (“Risalah Tentang Keistimewaan Orang Andalus”), semacam “apa-siapa” tokoh-tokoh Andalus yang berprestasi.

Tauqul Hamamah adalah rangkaian puisi tentang seluk beluk cinta. Mulai dari cinta erotis antar sesama manusia, hingga cinta bersifat mistis antar manusia dan Allah SWT. Para kritiku sastra Arab – antara lain Dr. Fathi Yakan – menganggap Tauqul Hamamah ensiklopedi tentang cinta insaniah dan Ilahiah yang rumit, luas, namun jernih.. Tauqaul Hamamah selama berabad-abad menjadi acuan dan sumber ilham para sastrawan Andalusia pencari cinta sejati dan hakiki.

Dari Andalusia, lewat Tauqul Hamama dan puisi-puisi zajal serta mawasysyah, cinta bergema ke segenap penjuru dunia. Bukan cinta semata jelmaan syahwat, namun cinta kemanusiaan yang menjungjung harkat martabat dan merajut benang-benang peradaban yang terwariskan dari generasi  ke generasi, sebelum hilang di telan kebiadaban yang juga dilahirkan manusia.

Cinta menghunjam

Dan musafir tewas

Jauh di batas

Perjalanan malam

Wahai pesona

Penabur cinta

Datanglah datang

Jangan abaikan

Jasad musafir malang

(Muwasysyah Abu Bakar Abdul Aziz , 1012).

Andalusia sendiri, lepas dari tangan umat Islam, 5 Januari 1492, setelah Ibnu Abdullah, penguasa terakhir Bani Amar, menyerahkan  kunci istana Granada kepada Ferdinand dan Issabella, sejoli raja dan ratu Kristen Spanyol. Sejak saat itu, mulailah datang “abad kegelapan”. Pembunuhan atas nama agama, oleh kelompok Kristen Ekstrem, yang disebut “Mahkamah Inquisisi”. Jutaan umat Islam dan Yahudi dibunuh, atau diusir ke luar Andalusia, kecuali kalau mau memeluk agama Kristen. Mahkamah berdarah ini, berlangsumg hingga tahun 1602. Itu pun resminya. [  ]

Exit mobile version