Jernih.co

Melihat Politik Palestina dengan Jernih

Oleh Barat, karena HAMAS menolak berdamai dengan Israel dan tidak mengakui Israel sebagai negara, HAMAS pun disebut sebagai organisasi teroris dan blokade terhadap Jalur Gaza pun dimulai. Membaca sejarah adalah cara agar kita tidak menjadi idiot tak berhati, yang membenarkan kekejian dengan mengutip dalil teologis hampa.

Oleh  : Ismail Amin Pasannai

JERNIH– Ada dua faksi yang paling berpengaruh di Palestina. Fatah (Gerakan Nasional Pembebasan Palestina) dan HAMAS (Gerakan Perlawanan Islam). Dua faksi ini memiliki ideologi yang berbeda. Fatah berideologi nasionalis sekuler, HAMAS berideologi Islam. Fatah mendukung ide dua negara, HAMAS berkeras Israel harus dibubarkan.

Ismail Amin Pasannai

Di era Yasser Arafat, berkat pengaruhnya, kedua faksi berbeda haluan ini bisa disatukan. Setidaknya, perseteruan keduanya bisa diminimalisasi. Namun begitu Yasser Arafat wafat, kongsi kedua faksi ini pecah. Pada pemilihan legislatif tahun 2006, secara mengejutkan, HAMAS memenangkan pemilu secara mutlak, sehingga Ismail Haniyah sebagai ketua Biro Politik HAMAS yang diangkat menjadi Perdana Menteri. Kemenangan HAMAS menunjukkan bahwa rakyat Palestina mendukung perjuangan HAMAS, termasuk menolak eksistensi Israel.

Bagi AS dan negara-negara Barat, kemenangan HAMAS adalah kabar buruk bagi rencana perdamaian Palestina-Israel. HAMAS menolak mengakui Israel tanpa syarat. Karena itu, diprovokasilah Fatah untuk menolak hasil pemilu.

Meski secara de facto Ismail Haniyah adalah PM Palestina, namun tidak pernah bisa menjalankan tugas politiknya dengan normal. Sebab penolakan Fatah atas kemenangan HAMAS membuat kedua faksi ini berseteru bahkan saling adu senjata. Perang saudara dengan saling mengokang senjata dari kedua faksi ini tidak bisa dihindari.

Puncaknya, tahun 2007, Mahmud Abbas selaku presiden Palestina memecat Ismail Haniyah termasuk sejumlah tokoh HAMAS dari kabinet. Rakyat Jalur Gaza yang mendukung HAMAS menolak pemecatan tersebut, dan tetap mengakui Ismail Haniyah sebagai perdana menteri.

Pemerintahan Palestina pun terbagi dua, Tepi Barat dikuasai Fatah, dan Jalur Gaza dikuasai HAMAS. Oleh Barat, karena HAMAS menolak berdamai dengan Israel dan tidak mengakui Israel sebagai negara, HAMAS pun disebut sebagai organisasi teroris dan blokade terhadap Jalur Gaza pun dimulai. Jalur Gaza menjadi penjara terbesar di dunia, dengan dua juta lebih ‘tahanan’. Akibat blokade oleh Israel, Jalur Gaza disebut oleh PBB sebagai wilayah tidak layak huni. Semua serba kekurangan, baik pangan maupun akses air bersih.

Ternyata, nasib Tepi Barat di bawah Fatah yang mengakui Israel, tidak lebih menyenangkan. Israel memanfaatkan kelemahan Fatah dengan terus melakukan pencaplokan (aneksasi) terhadap bagian-bagian Tepi Barat. Termasuk ambisi menguasai sepenuhnya Yerusalem untuk dijadikan ibukota. Sampai tahun 2017, 237 pemukiman telah didirikan Israel di Tepi Barat dengan menampung sekitar 580.000 pemukim.

Sadar saling tikam hanya membuat Palestina makin lemah, dan memberikan keuntungan pada Israel, Fatah mengajukan rekonsiliasi ke HAMAS. Keduanya sepakat bersatu, dan mengadakan pemilu pada 22 Mei 2021. Kesepakatan yang membuat AS dan Israel merinding. Keduanya khawatir HAMAS memenangkan pemilu, atau minimal, Fatah menghentikan upaya diplomasi dan memilih mengikuti arus perlawanan HAMAS.

Fatah sadar, menempuh jalur diplomasi dan memilih melunak hanya membuat Israel ngelunjak dan tidak memberi keuntungan apa-apa bagi rakyat Palestina. Solusinya, persatuan dan membangun pemerintahan bersama.

Situasi panas saat ini di Tepi Barat dan Jalur Gaza, terkait dengan upaya Israel menghambat dan menghalangi pelaksanaan pemilu yang tinggal sepekan lagi.

Sayangnya, di Indonesia, menyikapi situasi terkini di Palestina, isunya jadi kemana-mana. Tidak sedikit yang malah membela Israel dengan membangun narasi berbasis teologi, bahwa Palestina adalah wilayah yang dijanjikan Tuhan untuk orang-orang Yahudi. Ada juga yang membuat isu, tindakan HAMAS melancarkan serangan roket bahkan sampai menyasar Tel Aviv adalah tindakan sepihak HAMAS yang tidak merepresentasikan sikap rakyat Palestina. Mereka malah membenarkan HAMAS adalah organisasi teroris yang sejak awal tidak pernah didukung rakyat Palestina.

Kalau tidak didukung rakyat Palestina, mengapa HAMAS bisa menang mutlak di pemilu 2006, dan mengapa AS dan Israel menolak pemilu tahun ini diadakan jika menyertakan HAMAS?

Kekhawatiran AS dan Israel HAMAS bakal menang pemilu itu berbasis data. Bahwa dukungan rakyat Palestina pada HAMAS dan faksi-faksi perlawanan lainnya makin menguat.

Ada juga yang menyebut, serangan Israel ke Jalur Gaza, hanya bentuk pembelaan diri. Rakyat Palestina sendiri yang memprovokasi. Penyerangan ke Masjid Al-Aqsa pun dimaklumi dengan alasan, provokatornya yang lari ke dalam masjid.

Tolong perbanyaklah baca. Kejadian hari ini di Palestina bukan serba tiba-tiba, semuanya adalah akumulasi hari-hari bahkan tahun-tahun sebelumnya sampai puluhan tahun lalu yang dimulai dari berdatangannya orang-orang yang tidak jelas identitasnya ke tanah Palestina dan membangun koloni-koloni dengan lebih dulu melakukan perampasan tanah, genocida dan penjajahan.

Membangun negara baru di atas perampasan, pembunuhan massal dan pengusiran adalah kejahatan kemanusiaan. Tidak ada dalil teologis satu pun yang membenarkan. Apa pun agamanya. Tidak harus jadi muslim untuk membela rakyat Palestina. Jangan bertindak bodoh, ketika di Palestina mau bersatu dan makin sadar pentingnya persatuan dalam menghadapi musuh, kita di Indonesia malah gontok-gontokan.

Mari dukung rekonsiliasi Fatah-HAMAS. dan pelaksanaan pemilu Palestina. Panjang umur perjuangan. [ ]

* Ketua Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) Iran

Exit mobile version