Meski strategi pemerintahan baru ini ambisius, ia gagal menangkap masalah-masalah mendasar yang menghambat pertumbuhan ekonomi berkeadilan di Indonesia. Salah satu masalah terbesar yang diabaikan adalah ketimpangan ekonomi. Menurut Credit Suisse Global Wealth Report 2022, satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai hampir 46,6 persen total kekayaan nasional, sementara 50 persen penduduk terbawah hanya memiliki kurang dari lima persen.
Oleh : Rahmat Mulyana*
JERNIH– Pada 25 September 2024, Burhanuddin Abdullah memperkenalkan “Kebijakan Strategis Pembangunan Ekonomi Nasional Menuju Indonesia Emas”, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen. Strategi ini menekankan sinergi antara pemerintah dan sektor swasta melalui deregulasi ekonomi, reformasi kebijakan fiskal, investasi infrastruktur, dan hilirisasi industri.
Di samping itu, transisi energi menuju sumber daya terbarukan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan serta pelatihan juga menjadi fokus. Burhanuddin berargumen bahwa dengan meningkatkan investasi di sektor-sektor strategis ini, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan memperkuat daya saing global.
Meski strategi pemerintahan baru ini ambisius, ia gagal menangkap masalah-masalah mendasar yang menghambat pertumbuhan ekonomi berkeadilan di Indonesia. Salah satu masalah terbesar yang diabaikan adalah ketimpangan ekonomi. Menurut Credit Suisse Global Wealth Report 2022, satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai hampir 46,6 persen total kekayaan nasional, sementara 50 persen penduduk terbawah hanya memiliki kurang dari lima persen. Angka ini menunjukkan kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin makin melebar, diperparah oleh Indeks Gini Indonesia yang mencapai 0,384 pada Maret 2023.
Ketimpangan yang meluas ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan konsumsi domestik, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memperparah ketidakstabilan sosial. Dengan menitikberatkan pada pertumbuhan PDB tanpa upaya yang kuat untuk redistribusi kekayaan, strategi ini berisiko memperburuk ketimpangan yang sudah ada.
Kritik terhadap strategi pemerintahan mendatang
Meski strategi Burhanuddin berambisi menciptakan sinergi antara sektor swasta dan pemerintah, pendekatan ini memiliki sejumlah kelemahan yang perlu dikritisi secara mendalam. Fokus yang berlebihan pada pertumbuhan PDB tanpa memperhatikan distribusi manfaat ekonomi hanya akan memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi yang sudah tinggi.
Data menunjukkan bahwa ketimpangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia, dengan kekayaan terpusat di tangan segelintir orang kaya. Credit Suisse Global Wealth Report mengungkapkan bahwa satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Jika strategi ini gagal menangani distribusi kekayaan, maka jurang antara kaya dan miskin akan semakin melebar. Ketimpangan ini berdampak langsung pada penurunan daya beli masyarakat menengah ke bawah, yang pada akhirnya menghambat konsumsi domestik—salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata juga dapat memicu ketidakpuasan sosial yang berdampak pada stabilitas politik dan keamanan.
Strategi Burhanuddin juga tidak menangkap kompleksitas masalah pengangguran di Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Tingkat pengangguran di kalangan usia 15-24 tahun mencapai 13,55 persen pada 2024, sementara hampir 22,25 persen pemuda masuk dalam kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training). Ini adalah masalah besar yang belum tersentuh dalam strategi Burhanuddin. Padahal, jika masalah ini terus berlanjut, potensi demografi Indonesia bisa berubah menjadi beban, karena generasi muda yang tidak terampil dan tidak memiliki pekerjaan akan menjadi tantangan besar bagi produktivitas dan stabilitas ekonomi di masa depan.
Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa banyak lulusan sekolah tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Dalam konteks ini, Strategi Ideal menekankan pentingnya reformasi pendidikan yang relevan dengan pasar kerja serta pelatihan keterampilan sepanjang hayat, yang memungkinkan generasi muda untuk beradaptasi dengan dinamika industri yang terus berubah.
Lebih jauh lagi, strategi ini tidak memberikan perhatian yang cukup pada krisis lingkungan yang mengancam pembangunan jangka panjang Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti banjir, kebakaran hutan, dan kekeringan, yang semuanya dapat berdampak besar pada pembangunan ekonomi.
Menurut laporan World Bank, perubahan iklim dapat mengurangi PDB Indonesia sebesar 2,5 persen per tahun pada 2030 jika tidak ada tindakan signifikan yang diambil. Sementara Burhanuddin memang menekankan pentingnya transisi energi, strategi ini kurang memberikan solusi konkret untuk menghadapi tantangan lingkungan yang lebih luas, seperti degradasi hutan, polusi udara, dan pengelolaan sumber daya air. Sebaliknya, Strategi Ideal menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai prioritas utama, dengan kebijakan yang mendorong penggunaan energi bersih dan pengelolaan sumber daya alam yang lebih bijaksana, guna menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.
Aspek lain yang juga kurang mendapat perhatian adalah reformasi kelembagaan. Korupsi di Indonesia masih menjadi masalah serius, dengan skor Corruption Perceptions Index (CPI) sebesar 34 pada tahun 2022, menempatkan Indonesia dalam kategori negara dengan tingkat korupsi tinggi.
Korupsi yang merajalela memperlambat implementasi kebijakan, mengalihkan sumber daya dari program publik, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Tanpa reformasi kelembagaan yang menyeluruh, implementasi strategi ekonomi yang ambisius akan terhambat oleh birokrasi yang lamban dan tidak efisien. Reformasi ini penting untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan secara efektif dan transparan.
Strategi Ideal mengusulkan reformasi kelembagaan yang mencakup penguatan institusi, peningkatan transparansi dalam pengelolaan anggaran, dan perbaikan tata kelola pemerintahan, yang merupakan kunci untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Strategi yang lebih baik: strategi ideal
Untuk mengatasi masalah-masalah ini, diperlukan strategi yang lebih menyeluruh, yakni Strategi Ideal. Strategi ini mencakup lima elemen utama: Ekspansi Ekonomi, Pertumbuhan Inklusif, Modal Insani, Keberlanjutan Lingkungan, dan Reformasi Kelembagaan. Elemen-elemen ini dirancang untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya terfokus pada angka-angka PDB, tetapi juga berorientasi pada keadilan sosial dan kelestarian lingkungan.
Elemen Ekspansi Ekonomi menargetkan diversifikasi sektor ekonomi agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada komoditas yang rentan terhadap fluktuasi harga global. Pertumbuhan Inklusif berfokus pada redistribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM dan reformasi fiskal yang progresif.
Modal Insani menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, sementara Keberlanjutan Lingkungan memprioritaskan transisi energi terbarukan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Akhirnya, Reformasi Kelembagaan bertujuan memperkuat tata kelola pemerintahan dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan.
Kesimpulannya, strategi pemerintahan mendatang, sebagaimana yang diajukan oleh Burhanuddin Abdullah, gagal menangkap masalah-masalah mendasar yang menghambat pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia, terutama dalam hal ketimpangan ekonomi, pengangguran pemuda, krisis lingkungan, dan korupsi.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, Strategi Ideal menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif, dengan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan. Pemerintah harus segera mengadopsi kebijakan redistribusi yang progresif, memberdayakan UMKM, memperkuat pendidikan dan pelatihan kerja, serta mempercepat transisi menuju energi bersih.
Di samping itu, reformasi kelembagaan yang menyeluruh harus menjadi prioritas, untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil dapat diimplementasikan secara efektif dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia. Program implementasi yang jelas dan pemantauan berkala diperlukan untuk memastikan bahwa visi pembangunan nasional dapat tercapai dengan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. [ ]
* Dr. Rahmat Mulyana, dosen IAI Tazkia