“…Padahal sudah bukan rahasia lagi, petugas-petugas pajak yang culas, memeras massa yang bodoh untuk kepentingan mereka pribadi. Mereka tidak memasukkan hak-hak pemerintah – yang notabene hak rakyat – ke kas negara. Pikirkanlah rakyat, warga setia Anda, yang jiwa raganya remuk akibat tingkah laku aparat-aparat Anda.
Oleh : Usep Romli HM
Kejayaan umat Islam, mulai menampakkan gejala-gejala kemerosotam pada abad 5-6 Hijriah (11-12). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, kebudayaan dan militer, yang tersebar dari Baghdad (Dinasti Abassiyah) dan Spanyol (Dinasti Umayyah Andalusia), tidak diimbangi ketahanan moral.
Kebobrokan akhlak tersebar di segala bidang kehidupan. Ketinggian material menyeret manusia kembali ke perilaku jahil. Padahal perjuangan Nabi Muhammad Saw, adalah menghapus kebodohan mental spiritual, sebagaimana sabdanya : “Innama buitstu li utamima makarimal ahlak” (Sesungguhnya aku diutus untuk mewujudkan akhlak mulia).
Para sejarawan klasik, seperti Ibnu Katsir (abad 13), penulis kitab “Bidayah wan Nihayah”, Ibnu Atsir (abad 13), penulis “Tarikh Bagdad”, menggambarkan situasi muram itu. Islam hanya dijadikan seremoni dan simbol belaka. Banyak tokoh menyandang nama yang dinisbahkan kepada Allah SWT, Muhammad Rasulullah Saw, dan Islam – seperti Alallah, Muhammad, Dien-– namun tak disertai praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan nama-nama tersebut, cenderung hanya sekedar untuk menutupi kemaksiatan yang merajalela. Terutama korupsi, kolusi, nepotisme, hura-hura, bermewah-mewah. Sementara rakyat dibiarkan dalam keadaan menderita. Kelaparan dan kehausan.
Solidaritas, kedermawan, belas kasih, benar-benar telah lenyap. Ketika rakyat berjalan kian kemari mencari setitik air, para elit negeri malah menghambur-hamburkan air untuk menyiram taman-taman mereka, membasahi gelas-gelas kristal pada pesta-pesta mereka.
Menyaksikan hal tersebut, bangkitlah Imam Ghazali (450-505 H/1058-111 M). Ulama terkenal zuhud (sederhana) dan wara (bersih) ini, menulis surat kepada Mujiruddin, Gubernur Thus yang merupakan kepercayaan Sultan Maliksyah, penguasa Khurasan, kawasan otonomi Baghdad.
“Jangan terlambat mengumpulkan kebajikan untuk bekal hidup di akhirat kelak, “tulis Al Ghazali.”Kebajikan paling utama saat ini adalah menghapus kemiskinan dan kekejaman yang mencengkeram rakyat. Kekuasaan yang Anda genggam seka-rang, sangat memungkinan bagi Anda membasmi KKN sekaligus menjunjung tinggi martabat rakyat. Sebab rakyat adalah sumber kekuatan dan kemakmuran negara kita. Pasti Anda tidak tahu kondisi rakyat sekarang, mengingat pan-dangan, pendengaran dan langkah Anda sudah terhalang oleh kroni-kroni yang menggelayuti rezim Anda. Padahal sudah bukan rahasia lagi, petugas-petugas pajak yang culas, memeras massa yang bodoh untuk kepentingan mereka pribadi. Mereka tidak memasukkan hak-hak pemerintah – yang notabene hak rakyat – ke kas negara. Pikirkanlah rakyat, warga setia Anda, yang jiwa raganya remuk akibat tingkah laku aparat-aparat Anda. Sementara Anda sendiri bersama semut-semut istana, terus bermewah-mewah.”
“Ulah Anda, para menteri dan elit-elit sekeliling Anda yang hanya mengharapkan tetesan manis gula, tanpa peduli derita rakyat yang tiap saat menghisap pahit empedu, merupakan salah satu ancaman bagi eksistensi negara, yang dapat me-runtuhkan kemegahan Khurasan dan Baghdad hanya dalam sekejap. Kecuali jika Anda segera sadar dan segera melakukan perbaikan menyeluruh, karena kewenangan penuh masih berada di tangan Anda.Jangan biarkan perasaan sombong, penjagaan citra, dan ketakutan kehilangan dukungan dari kroni-kroni Anda, membiarkan Anda hanyut dalam ilusi dan mimpi kemajuan bangsa dan negara. Sadarlah, bangsa dan negara kita sudah berada di titik terendah, karena rakyat sudah lama dihimpit kemiskinan dan ketidakadilan.”
“Semoga Allah SWT menolong Anda, dan membukakan pintu anugrahNya bagi Anda dalam mencapai kebahagian duniawi dan surgawi, jika Anda mampu mendapat pencerahan jiwa dengan melepaskan diri dari buaian para kroni dan rezim yang hanya ingin memanfaatkan kekuasaan Anda dan bertindak seolaah-olah melindungi dan menopang kekuasaan Anda. Padahal mereka lemah tak punya daya.”
Menutup suratnya yang tajam dan keras, Al Gazali mengutip Quran, S.Al Ankabut ayat 41 :“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelin-dung selain Allah, ibarat laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah paling lemah adalah rumah laba-laba, jika engkau mengetahui.” [ ]
Sumber : “Maktab Al Gazali” (Imam Al Gazali ( 1976)