Peserta didik juga harus dapat melampaui jangkauan teknologi dan data, dengan memberikan wawasan kemanusiaan dan kebijaksanaan. Dengan teknologi, anak-anak masa depan masih bisa menemukan “rumah”, bukan menjerumuskannya ke “pengasingan”.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, hari ini saya diundang Dewan Guru Besar IPB University untuk berbagi pikiran tentang “Jatidiri Insan Akademik.”
Kuingatkan, pendidikan itu benih harapan. Manakala bangsa dilanda kegelapan, kekacauan dan keterpurukan, sedang tiada tahu kunci jawabnya, maka sandaran pamungkasnya adalah pendidikan.
Tugas pendidikan bukanlah memaksakan sesuatu pada peserta didik, melainkan menuntun mengeluarkan potensinya agar bertumbuh. Adapun potensi yang harus diaktifkan adalah budi-pekerti. Budi mengandung arti “pikiran, perasaan dan kemauan” (aspek batin); pekerti artinya “tenaga” atau daya” (aspek lahir). Pendidikan budi-pekerti mengupayakan bersatunya pikiran, perasaan dan kemauan manusia, melalui olah pikir, olah rasa, olah raga dan olah karsa, demi menghasilkan tenaga yang dapat mendorong penciptaan dan perbuatan yang baik, benar dan indah.
Peserta didik yang dikehendaki itu ibarat pohon berkah. Pohon berkah itu hendaknya berakar dalam, berbatang tinggi, bercabang-ranting rapi, berdaun rindang, berbuah lebat. Akarnya akhlak-karakter mulia; batangnya wawasan ketinggian pengetahuan; cabang-rantingnya keterampilan dan kecakapan tata kelola; daunnya kerukunan-kolaboratif; buahnya kreativitas inovasi.
Ke dalam, pendidikan harus memberi wahana pada peserta didik untuk mengenali kekhasan potensi dirinya sekaligus moral purpose hidupnya. Ke luar, memberi wahana pada peserta didik untuk mengenali dan mengembangkan kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan sistem perilaku bersama. Bibit unggul individualitas harus tumbuh di atas tanah sosialitas Pancasila yang subur.
Alhasil, peserta didik harus memiliki wawasan generalis dengan keahlian spesifik. Tak cukup dibekali keahlian khusus, explicit knowledge dan keterampilan teknis, tetapi juga memiliki wawasan holistik dan tacit knowledge. Dengan kapabilitas yang dikuasai juga diupayakan keberfungsiannya secara efektif dalam mengembangkan kehidupan dan memecahkan masalah konkret.
Peserta didik juga harus dapat melampaui jangkauan teknologi dan data, dengan memberikan wawasan kemanusiaan dan kebijaksanaan. Dengan teknologi, anak-anak masa depan masih bisa menemukan “rumah”, bukan menjerumuskannya ke “pengasingan”. [ ]