Bahasa jiwa merupakan vibrasi dari semesta. Upaya aktualisasi diri dalam puncaknya yang tertinggi terengkuh dalam meleburkan diri dengan kosmos bagi penemuan kebenaran, keindahan, dan keadilan tertinggi
Oleh : Yudi Latif
Sepanjang waktu, diriku terbiasa memasuki rumah ibadah. Virus korona memasukkan rumah ibadah ke dalam diri.
Dalam memasuki rumah ibadah, Yang Suci jadi milik bersama di bawah otoritas pemuka agama. Aku dan Dia berjumpa dalam ramai ritual tanpa intimitas. Pengalaman sakral jadi pengalaman sesekali dalam kebersamaan. Agama lebih membekas sebagai identitas kelompok.
Dalam memasukkan rumah ibadah ke dalam diri, Yang Suci menjadi milikku, dengan segenap otonomi diri. Aku dan Dia berjumpa dalam hening kehangatan. Pengalaman sakral jadi pengalaman personal sehari-hari. Agama lebih membekas sebagai akar jatidiri.
Ketika Yang Suci hadir dalam denyut jantungku, agama dihayati sebagai isyarat eksistensial yang dapat mempertautkan batin jagad kecil dengan jagad besar. Tak ada lagi kesenjangan antara ego dan kosmos. Bahasa jiwa merupakan vibrasi dari semesta. Upaya aktualisasi diri dalam puncaknya yang tertinggi terengkuh dalam meleburkan diri dengan kosmos bagi penemuan kebenaran, keindahan, dan keadilan tertinggi.
Demikianlah, acapkali kucari Tuhan di rumah ibadah, yang kutemukan superego. Kubangun rumah ibadah dalam diriku, kutemukan Tuhan.
Banyak orang beragama tak menemukan Tuhan. Virus korona membawa kita pulang ke rumah. Rumah spiritual yang meleburkan aku dan Dia dalam kehangatan kasih. [ ]