Kebesaran Allah terletak pada kesediaanNya untuk mengampuni. Kebesaran Allah terletak pada belaskasihannya yang tak terhingga.
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
JERNIH-Seorang Pastor ditilang Polisi karena mengemudi mobil melewati batas kecepatan di jalan tol. Sementara Polisi menulis surat tilang, Pastor berkata: “Berbahagialah mereka yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Selesai menulis surat tilang, Polisi menyerahkannya kepada Pastor sambil berkata: “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi”.
Hari minggu ini dikenal juga sebagai Hari Minggu Kerahiman Ilahi atau Divine Mercy. Perayaan ini ditetapkan oleh Paus Yohanes Paulus II (Santo) ketika dia menyatakan Santa, Sr. Faustina Kowalksa pada tanggal 30 April tahun 2000.
Devosi Kerahiman Ilahi ini dimulai oleh Suster Faustina setelah mendapat pesan khusus dari Yesus dalam sebuah penampakan (vision): “Kemanusiaan tidak akan pernah menemukan kedamaian sampai dia berbalik kepada Kerahiman Ilahi”. Devosi ini disertai janji Tuhan Yesus akan sebuah indulgensi khusus, yakni pengurangan istimewa hukuman karena dosa, melalui pengakuan dosa dan penerimaan komuni kudus. Dalam bahasa populer “remisi” dari hukuman.
Penerima indulgensi ini biasanya juga melakukan sebuah tindakan khusus; bisa berupa ziarah ke tempat-tempat suci, doa-doa khusus, atau perbuatan baik tertentu.
Paus Yohanes menegaskan kembali: “Kerahiman Ilahi! Ini adalah hadiah Paskah yang diterima Gereja pada kebangkitan Kristus dan ditawarkan kepada kemanusiaan”.
Istilah “mercy” dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi “murah hati”. Kata lain yang sering dipakai dan lebih mendekati arti sesungguhnya adalah “belaskasihan” atau “kasih setia” Tuhan (Misericordias Domini). Istilah yang lebih sering digunakan adalah “kerahiman” karena unsur hidup, perlindungan atau kedamaian dalam rahim.
Dalam tradisi Kitab Suci kata ‘mercy’ merupakan terjemahan istilah ‘hesed’ (Ibrani) atau ‘eleos’ (Yunani). Kedua istilah ini menggambarkan salah satu ‘sifat’ Allah yang paling menonjol dalam hubungannya dengan manusia.
Allah membuat perjanjian dengan manusia atas dasar ‘kemurahan hati’. Artinya, manusia sebetulnya tidak layak mendapatkan janji Allah karena dosanya dan karena pasti janji itu akan dikhianati. Allah membuat perjanjian dengan manusia tapi sudah menyiapkan senjata untuk berjaga-jaga jika manusia ingkar. Senjatanya bukan pertama-tama hukuman tetapi pengampunan dan kasih setia.
Ini tidak berarti Allah tutup mata atau masa bodoh terhadap dosa manusia. Tidak.
Kebesaran Allah terletak pada kesediaanNya untuk mengampuni. Kebesaran Allah terletak pada belaskasihannya yang tak terhingga.
Sekalipun Allah harus menghukum, hukuman itu bukan didasari oleh kebencian melainkan oleh karena belaskasih. Ibarat kata, seperti seorang ayah memukul anaknya yang bersalah, bukan dengan mata menyala melainkan dengan berurai air mata.
Sebuah tragedi memilukan terjadi pada tanggal 6 Oktober 2006. Seorang pria bersenjata memasuki sebuah sekolah di Amish, Nickel Mines, daerah Pennysylvania, Amerika. Di satu ruangan kelas dia menyisihkan anak laki-laki dan meminta 10 anak perempuan berbaris di depan kelas. Lalu dia memberondong mereka dengan peluru kemudian menembak dirinya sendiri. Lima dari kesepuluh anak gadis ini tewas.
Setelah penyelidikan polisi selesai, para orangtua membawa anak-anak mereka ke rumah, memandikan dan menyemayamkan mereka. Mereka duduk sejenak lalu meratapi anak-anak mereka. Tak lama kemudian mereka keluar dari rumah mendatangi rumah pelaku penembakan. Mereka mengatakan pada istri pria itu bahwa mereka memaafkan suaminya atas apa yang dibuatnya dan turut berdukacita atas kehilangan suaminya.
Sungguh luar biasa. Mereka sudah menguburkan kemarahan mereka sebelum menguburkan anak-anak mereka. Orang-orang ini percaya dalam arti yang sebenarnya bahwa pengampunan Allah terhadap mereka bergantung pada bagaimana pengampunan mereka terhadap sesama.
Yesus yang bangkit memberi kuasa kepada para muridnya, bukan pertama-tama kuasa mengajar atau membuat mukjizat. Kuasa yang diberikannya adalah kuasa untuk MENGAMPUNI.
“Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni. Jikalau kamu menyatakan dosanya tetap ada, maka dosanya tetap ada” (Yoh 20,23).
Dunia lebih membutuhkan belas kasih dan pengampunan lebih daripada yang lainnya.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Novena MBSM, Kalembu Ngaa Bongga (KNB), Weetebula, Sumba tanpa Wa)