Secara praktis beban Yesus menjadi ringan karena ada yang membantu memikulnya. Tetapi pada saat yang sama, Yesus juga meringankan beban pasangannya.
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
JERNIH-“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat 11,31)
Nampaknya ada kontradiksi dari pernyataan Yesus dalam Injil hari ini. Dia berjanji memberi kelegaan tetapi pada saat yang sama Dia meminta para murid-Nya memikul kuk yang Dia pasang.
Apa yang dimaksudkan sebagai kuk? Kuk itu bagian dari alat bajak yang dipasang di atas leher sapi atau kerbau untuk menarik luku. Kuk itu biasanya dipasang pada leher dua ekor binatang. Artinya selalu berpasangan.
Dalam arti ini Yesus memasang kuk di satu sisi untuk murid-Nya dan di sisi yang lain Dia sendiri yang memikul. Secara praktis beban Yesus menjadi ringan karena ada yang membantu memikulnya. Tetapi pada saat yang sama, Yesus juga meringankan beban pasangannya.
Beban yang dimaksud Yesus disini bukan sekedar beban hidup seperti biasanya. Dalam konteks Israel saat itu, beban itu justru datang dari para tokoh agama. Orang-orang Israel banyak yang ingin hidup damai dan menemukan ketenangan. Allah sudah memberikan pedoman yang cukup jelas untuk mereka dan sebetulnya itu sudah cukup jelas dalam Hukum Taurat.
Akan tetapi, para pemimpin agama justru menambah macam-macam aturan praktis yang justru makin membebani umat. Ada 613 aturan Musa dan ribuan penafsirannya yang ditambahkan kemudian oleh para pemimpin agama. Semua detil kehidupan diatur sedemikian rupa sehingga orang benar-benar tidak bebas lagi.
Yesus mendapatkan beban tanggungjawab dari Bapa-Nya untuk mewartakan siapa Allah, bagaimana kasih-Nya, memberi pengetahuan, penghiburan dan kegembiraan bagi orang-orang kecil. Semua itu ingin dibagikan sebagai beban bersama dengan para murid-Nya yang sudah terbebani aturan Musa. Tetapi dengan mempercayakan diri kepada Yesus, beban mereka diambil dan mereka mendapatkan kelegaan. Dengan memikul beban Yesus, maka beban Yesus juga menjadi ringan. Ada simbiosis mutualisme.
baca juga: Setetes Embun: Hospitalitas
Sederhananya: Ikutilah Aku, dan kamu tidak perlu memikul beban Hukum Taurat yang begitu banyak. Pikullah beban yang kuberikan karena intinya ada pada kasih terhadap Allah dan sesama manusia.
Beban hidup terbesar bukanlah memiliki terlalu banyak hal yang harus dikerjakan, ataupun memiliki terlalu banyak tuntutan perhatian kita. Beberapa orang yang paling bahagia adalah justru yang paling sibuk dan paling peduli. Sebaliknya, beban terbesar yang kita miliki seringkali adalah keterlibatan kita yang terus-menerus dengan hal-hal sepele dan tidak penting, dengan hal-hal yang sementara dan cepat berlalu, dan dengan hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat diprediksi.
Masalah dalam hidup bukan soal apakah kita akan dibebani, tetapi dengan apa kita akan dibebani. Yesus tidak bermaksud menghilangkan beban atau membuat orang tidak melakukan apa-apa. Yesus ingin kita membebaskan diri dari hal-hal yang tidak perlu supaya kita bisa memikul beban yang perlu dan penting dari Tuhan sendiri.
baca juga: Setetes Embun: Jangan Takut
**
Sepasang suami-istri yang sudah tua datang konsultasi kepada psikiater. Setelah pembicaraan pribadi, akhirnya dokter ahli jiwa mengambil kesimpulan. Di hadapan mereka berdua dokter berkata: “Suami ibu butuh istirahat dan ketenangan. Ini pil untuk obat tidur.” Sambil menerima obat itu, sang istri bertanya: “Kapan saja saya bis memberikan obat ini kepada suami saya?”. Dokter menjawab: “Obat ini untuk ibu, bukan untuk suamimu”.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris, Weetebula Sumba tanpa Wa)