Dalam kerendahan hati yang benar, Tuhan menemukan ruang untuk menyalurkan berkatNya yang selalu melimpah. Akan tetapi kerendahan hati yang berlebihan, justru menjadi kesombongan.
Penulis: P. Kimy Ndelo, CSsR
JERNIH-Seorang Kardinal, Uskup Agung di Newark, Amerika Serikat, Mgr Joseph Tobin, CSsR, baru saja tiba di Roma. Seperti biasa dia menginap di biara pusat Redemptoris. Dia pernah menjadi Superior Jenderal CSsR selama dua periode.
Di dekatnya berdiri dua imam Redemptoris yang sedang membicarakan jadwal misa hari minggu di gereja biara. Kebetulan yang dimintai untuk pimpin misa adalah seorang imam muda. Imam muda ini merasa tidak enak hati, lalu meminta Kardinal untuk memimpin. Kardinal bilang, “saya ikut sebagai konselebran saja”.
Esoknya dengam berat hati dan agak gugup imam muda ini memimpin perayaan ekaristi didampingi Kardinal. Pada saat persembahan, Kardinal malah yang melayani imam muda ini sampai selesai. Bagi imam muda tersebut, ini adalah sebuah pengalaman tak terlupakan; kerendahan hati seorang Kardinal yang memilih melayani ketimbang memimpin.
Dalam Injil hari ini Yesus berkata: “Barangsiapa meninggikan diri ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan” (Luk 18,14).
Pernyataan Yesus ini adalah kesimpulan dari kisah dua orang Yahudi yang berdoa. Yang satu adalah orang Farisi yang membuat litani keberhasilannya dalam hidupnya mempraktekkan Hukum Taurat secara benar. Yang satu adalah pemungut cukai yang sadar diri akan kelemahan dan dosanya, menjadi kaki tangan orang Romawi dan hidup dari pemerasan terhadap sesamanya.
Orang Farisi sesungguhnya bukan sedang berdoa, melainkan mengisahkan betapa baiknya dia, betapa salehnya dia sehingga Tuhan nampak sebagai orang yang berutang kepada dia. Tuhan harus membayar semua keberhasilannya. Dia bahkan menuduh orang lain tak sebaik dia. Itulah yang disebut KESOMBONGAN ROHANI.
baca juga: Setetes Embun: Ketekunan Berdoa
Sebaliknya pemungut cukai ini berdoa dari belakang bahkan tidak berani mengangkat muda. Doanya singkat tapi pasti maksudnya; memohon belaskasih Tuhan. Dia mengatakan : kyrie eleison-kasihanilah aku. Doa yang jujur dari pemungut cukai mengubah hidupnya. Dia pulang sebagai pribadi yang baru.
Pada dasarnya kedua orang ini sama-sama berdosa. Bedanya, pemungut cukai menyadari dosanya tetapi orang Farisi tidak.
Soren Kierkegaard berkata: Doa tidak mengubah Tuhan, tetapi mengubah orang yang berdoa. Doa yang benar membuat orang semakin dekat dengan Tuhan. Doa yang salah akan menjauhkan orang dari Tuhan. “Jika tidak ada perubahan hasil doa, maka Anda sebetulnya tidak sungguh berdoa”, demikian kata Raymond Brown, seorang ahli Kitab Suci.
baca juga: Setetes Embun: Bersyukur
Seorang umat paroki menemui Pastor Paroki dan berkata:
“Saya tidak pernah datang ke gereja ini untuk misa hari Minggu. Pastor tahu kan?” Dengan senyum Pastor menjawab,
“Ya, saya tahu itu!”.
“Alasan mengapa saya tidak datang adalah karena disini terlalu banyak orang munafik!”, kata pria itu lagi. Pastor itu dengan tenang dan tetap tersenyum menjawab:
“Oh sebaiknya hal itu jangan membuat Anda pergi dari sini. Selalu ada satu tempat lagi untuk orang semacam itu”.
Dalam kerendahan hati yang benar, Tuhan menemukan ruang untuk menyalurkan berkatNya yang selalu melimpah. Akan tetapi “kerendahan hati yang berlebihan, justru menjadi kesombongan”, demikian kata pepatah Jerman.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo, CSsR; ditulis dari Biara Novena Maria Bunda Selalu Menolong, Kalembu Ngaa Bongga (KNB), Weetebula, Sumba tanpa Wa).