Site icon Jernih.co

Dubes Ukraina Dr Vasyl Hamianin: Kami tak Pernah Takut, dan Bangga Membela Tanah Air Kami!

Dubes Ukraina untuk Indonesia, Dr Vasyl Hamianin (kiri), mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandy, bersama budayawan dan pendekar Sunda, Ki Jatnika, memperbincangkan golok Sunda sebagai warisan budaya, di Yayasan Bambu Indonesia, Muara Beres, Cibinong.

Menurut Duta Besar Republik Ukraina untuk Indonesia, Dr Vasyl Hamianin, apa pun yang terjadi, warga Ukraina telah siap menghadapinya. “Kami tak pernah takut, kami bangga untuk mempertahankan negara kami dengan berani,” kata Dubes Hamianin yang ditemui wartawan Jernih.co, Darmawan Sepriyossa, di Yayasan Bambu Indonesia, Muara Beres, Cibinong, Kabupaten Bogor, Sabtu (5/2).

JERNIH– Ketegangan antara Rusia dan Ukraina terus meningkat seiring masih bercokolnya ribuan tentara Rusia di perbatasan Ukraina hingga saat ini. Apalagi belum lama ini mantan kepala Angkatan Darat AS di Eropa, Letnan Kolonel Ben Hodges, turut memperingatkan kemungkinan berkembangnya situasi menjadi perang terbuka yang tak mustahil akan berkembang lebih besaer, mengingat telah terlibatnya para sekutu Ukraina.

Namun menurut Duta Besar Republik Ukraina untuk Indonesia, Dr Vasyl Hamianin, apa pun yang terjadi, warga Ukraina telah siap menghadapinya. “Kami tak pernah takut, kami bangga untuk mempertahankan negara kami dengan berani,” kata Dubes Hamianin yang ditemui wartawan Jernih.co, Darmawan Sepriyossa, di Yayasan Bambu Indonesia, Muara Beres, Cibinong, Kabupaten Bogor, Sabtu (5/2).

Melalui Jernih.co, Dubes Vasyl mengajak semua pihak untuk mengingat sejarah bangsa Ukraina sebagai bangsa yang telah melalui era-era keras untuk senantiasa mempertahankan Tanah Air yang mereka cintai. Dengan pengalaman tersebut, sangat mustahil bangsa Ukraina dengan mudah dicekam ketakutan dan panik hanya karena menghadapi ancaman dan tekanan.

“Kami selalu melawan, karena kami, warga Ukraina, bukan bangsa penakut,” kata Dubes Hamianin.

Ia juga mengingatkan bahwa Ukraina memiliki angkatan bersenjata yang dipersenjatai dengan lebih baik dibanding 2014 lalu. “Kami memproduksi secara massif senjata-senjata pertahanan, belum lagi banyak negara sahabat dan mitra kami di seluruh dunia telah mempersiapkan dengan baik untuk menghadapi kemungkinan invasi Rusia,” kata dia.

Apalagi Ukraina pun telah lama dikenal dunia sebagai bangsa pembuat senjata. “Kami tak pernah takut akan ancaman, dan kami bangga sebagai bangsa serta siap untuk membela Tanah Air kami habis-habisan,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, pada 2014 lalu Moscow tidak hanya merebut Krimea, melainkan juga kota penting Ukraina di bagian timur, Donbas.

Berkenaan dengan berita-berita yang tersebar dan mewartakan seolah Ukraina berada dalam kondisi kritis akibat penumpukan pasukan Rusia di perbatasan, Dubes Hamianin meminta semua pihak bisa menanggapi dengan bijak.

Menurut dia, sangat penting bagi semua orang untuk membaca dan memirsa berita-berita di berbagai media. Namun menurutnya, semua berita tersebut hendaknya dianalisis dengan pemikiran terbuka dan kritis.

“Apalagi apabila informasi tersebut bersumber dari Rusia, atau media yang berkaitan dengan Rusia. Ini karena Rusia telah menyebarkan propaganda yang ditujukan untuk merusak dan mengacaukan keamanan dan kedaulatan Ukraina,” kata dia. Rusia, menurutnya, tidak hanya melakukan tekanan militer, namun dalam berbagai cara yang disebutnya sebagai ‘perang hybrid’, seperti ancaman ekonomi, militer, menumpukkan tentaranya, baik hard power maupun soft power. Yang terakhir itu antara lain penggunaan media, pemecahbelahan opini, bahkan rumors.

Yang jangan dilupakan, kata Dubes Hamianin, meski terjadi konsentrasi ribuan tentara Rusia di sepanjang perbatasan, militer Ukraina juga sudah siap. “Militer kami sangat siap untuk bergerak, tak jauh dari kota-kota besar penting sepanjang perbatasan,” kata dia.

Dubes yang baru tiga bulan menempati posnya di Indonesia itu berkali-kali menegaskan bahwa warga Ukraina sejak lama merupakan warga pemberani yang mencintai Tanah Airnya. “Kalau ada yang berpikir bisa membuat kami panik, berharap publik kami histeris dengan cara-cara seperti melibatkan media dan menyebar rumors, kami katakan, mereka akan kecewa karena tidak sedikit pun kami takut, apalagi panik,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, jauh sebelum Rusia menumpuk ribuan serdadunya di perbatasan Ukraina, hubungan Ukraina- Rusia telah memanas sejak Februari 2014. Saat itu massa antipemerintah Ukraina berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych.

Dia dimakzulkan setelah gelombang demonstrasi berlangsung tanpa henti selama tiga bulan. Massa memprotes keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Keputusan tersebut ditengarai akibat adanya tekanan Moskow. Rusia memang disebut tak menghendaki Kyiv lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa.

Ukraina membentuk pemerintahan baru setelah dilengserkannya Yanukovych. Namun Rusia menentang dan memandang hal tersebut sebagai kudeta. Tak lama setelah kekuasaan Yanukovych ditumbangkan, Moskow melakukan aksi pencaplokan Semenanjung Krimea pada 2014. [dsy]

Exit mobile version