Awalnya, pada 2015, penguasa saat ini, Raja Salman, menunjuk MBN yang sangat pro-AS sebagai putra mahkota, dengan tujuan mencoba mendorong program reformasi yang dikenal sebagai “Visi 2030”. Namun, dua tahun tanpa kemajuan, Raja Salman mengambil langkah radikal dengan mencopot MBN dan menggantinya dengan MBS
JERNIH–Ketika pembicaraan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tentang kesepakatan produksi minyak, pekan lalu, runtuh, terungkaplah betapa besarnya keretakan hubungan antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Kerusakan itu terjadi setelah berbulan-bulan ketidaksepakatan antara UEA dan Saudi tentang berbagai masalah, mulai dari perang di Yaman hingga persaingan dalam menarik investasi asing.
Namun, pertengkaran itu juga menunjukkan perubahan nasib hubungan antara putra mahkota dan penguasa de facto Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dengan mantan sekutu dekat dan mentornya, putra mahkota UEA, Mohammed bin Zayed (MBZ), tulis Asia Times.
MBZ dan MBS telah lama menikmati hubungan pribadi yang erat. Mereka bekerja sama dalam invasi Yaman pada 2015 dan awalnya dalam blokade Qatar pada 2017.
Namun, keruntuhan dialog OPEC menunjukkan betapa banyak hal telah berubah baru-baru ini. Secara khusus, hal itu menggarisbawahi bagaimana akumulasi kekuatan MBS yang belum pernah terjadi sebelumnya di dalam negeri, telah memberinya kemampuan untuk melakukan banyak hal yang dulunya tidak terpikirkan.
“Ini adalah pertunjukan satu orang di Riyadh akhir-akhir ini, dengan kekuatan sekarang lebih terkonsentrasi daripada kapan pun sejak tahun-tahun berdirinya kerajaan Saudi,”ujar Andreas Krieg, asisten profesor studi keamanan di King’s College London, kepada Asia Times. “Ini memberi MBS kebebasan untuk mengambil lebih banyak risiko, termasuk menghadapi MBZ.”
Namun, mencapai tingkat kekuasaan itu bukan berarti tanpa harga, dengan MBS mengasingkan berbagai kekuatan politik domestik Saudi. Itu berkisar dari otoritas agama yang dulu kuat hingga banyak orang Saudi perdesaan dan lebih konservatif khawatir dengan pendekatan MBS yang lebih liberal terhadap Islam.
Kalangan ini termasuk banyak anggota keluarganya sendiri, yang telah dipenjarakan atau dibungkam MBS dalam beberapa tahun terakhir. Mereka itu termasuk sepupunya, mantan putra mahkota Mohammed bin Nayef (MBN), serta bangsawan lainnya seperti Putri Basmah, yang pernah dipandang oleh beberapa orang sebagai pemimpin penting reformasi Saudi.
Mengasingkan cabang-cabang utama dari elite penguasa bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah di negara di mana keluarga besar kerajaan mendominasi politik, keamanan, dan ekonomi.
“Dia (MBS) harus menyadari dia membutuhkan sekutu,” kata Henri Estramant, pengacara yang berkampanye untuk pembebasan Putri Basmah. “Dia membutuhkan niat baik dalam keluarganya sendiri dan dia tidak memilikinya sekarang.”
Jalan menuju kuasa
Arab Saudi “kurang-lebih adalah bisnis keluarga”, kata Krieg, dengan keluarga itu saat ini menjadi sangat besar. Sebagian besar anggota mengklaim keturunan dari tiga raja Saudi abad ke-20: pendiri negara modern Abdulaziz, Saud, dan Faisal.
Mereka masing-masing memiliki banyak istri dan anak di antara mereka, dengan sekitar sepuluh ribu keturunan inti sekarang masih hidup.
Beberapa perkiraan menempatkan total orang saat ini yang dapat mengklaim beberapa koneksi kerajaan mendekati seratus ribu.
Dalam kedua kasus tersebut, “Ada ribuan anggota kerajaan yang terus bertumbuh secara eksponensial, semuanya mengharapkan hak istimewa dan dividen dari negara,” menurut analis Arab Saudi, Ali Shihabi.
Pada saat yang sama, negara yang didominasi oleh keluarga besar itu secara tradisional menggunakan kekayaan minyaknya yang besar untuk memberikan subsidi kepada warganya dalam segala hal, mulai dari air hingga perumahan. Pekerjaan juga berada di bawah naungan patronase keluarga kerajaan, di pemerintahan dan di industri-industri besar negara. Industri-industri tersebut telah lama didominasi oleh minyak, dengan ekonomi yang masih sangat bergantung pada minyak atau “emas hitam”, meskipun telah puluhan tahun berencana untuk melakukan diversifikasi ke bidang lain.
“Selama 50 tahun terakhir orang-orang khawatir tentang bagaimana mendiversifikasi ekonomi, dan itu masih menjadi pertanyaan besar,”ujar Shihabi.
Salah satu alasan utama kegagalan rencana semacam itu adalah keterikatan mendalam antara keluarga kerajaan dengan struktur subsidi, dividen, dan patronase tersebut. Namun, menanganinya pasti akan berarti sebagian keluarga bergerak melawan dirinya sendiri.
Awalnya, pada 2015, penguasa saat ini, Raja Salman, menunjuk MBN yang sangat pro-AS dan berpengalaman sebagai putra mahkota, dengan tujuan mencoba mendorong program reformasi yang dikenal sebagai “Visi 2030”. Namun, setelah dua tahun dan apa yang tampaknya merupakan kemajuan yang tidak memuaskan, sang raja mengambil langkah radikal dengan mencopot MBN dan menggantinya dengan MBS yang lebih muda.
Putra mahkota yang baru tidak membuang waktu untuk mengambil langkah dengan menahan para pemimpin bisnis dan anggota keluarga yang kuat di Hotel Ritz Carlton di Riyadh pada 2017. Dia kemudian memaksa mereka untuk meninggalkan ambisi politik dan sebagian besar kekayaan mereka.
MBN juga “menghilang selama beberapa tahun”, kata Krieg, dengan para pendukungnya di keluarga yang juga dibuntuti. “Hal itu dan penahanan di Ritz Carlton benar-benar menghalangi siapa pun untuk menantang MBS, karena sepertinya dia siap untuk melakukan apa saja.”
Pada saat yang sama, Asia Times mencatat, ada juga tindakan keras besar-besaran terhadap ruang perbedaan pendapat publik yang selalu kecil di Arab Saudi. “Politik benar-benar dihilangkan sebagai topik debat publik,” tukas Krieg.
“Jika Anda menulis opini tentang ini di Twitter, keesokan harinya Anda bisa ditangkap.”
MBS telah menunjukkan kesadaran yang tajam terhadap media sosial, menekan kemungkinan kritik lewat media itu, sambil juga menggunakannya untuk menyiasati bagian-bagian negara yang mungkin bertindak sebagai penghambat dan menyapa populasi secara langsung.
“Oleh karena itu, ada tanggapan keras terhadap para pegiat mengemudi perempuan, bahkan ketika MBS melegalkannya,” kata Krieg. “Ada ketakutan para perempuan tersebut bisa menjadi pemimpin alternatif.”
Setiap alternatif pengganti potensial untuk MBS telah ditahan, bahkan jika mereka secara resmi menyatakan dukungan untuk reformasi MBS. Putri Basmah, misalnya, yang populer di media Barat sebagai wajah reformasi Saudi, ditahan pada 2019 bersama putrinya dan sekarang berada di penjara keamanan tinggi Al-Ha’ir di Riyadh.
MBN dituduh melakukan pengkhianatan pada 2020. Meski dia “muncul kembali baru-baru ini”, ujar Krieg, dia “tidak dapat bertemu siapa pun tanpa sepengetahuan MBS dan telah sangat terintimidasi oleh apa yang terjadi padanya”.
Oposisi?
Menurut laporan Asia Times, MBS juga telah menunjuk teman-teman dan kerabatnya sendiri untuk beberapa posisi penting, seperti menteri luar negeri dan duta besar untuk Amerika Serikat.
“Mereka adalah orang-orang baru, dari berbagai cabang keluarga hingga garis utama,” kata Estramant. “Upayanya telah berhasil sejauh ini, tetapi Anda tidak dapat mengubah fakta, begitu berkuasa MBS akan membutuhkan kesetiaan dari semua cabang keluarga.”
Untuk mendapatkan dan mempertahankan itu mungkin menjadi tugas yang sulit sekarang, karena “ada perbedaan antara menyerang lawan politik Anda dan menyerang keluarga Anda sendiri”, tambah Estramant.
Mohammed bin Salman mungkin telah mengumpulkan semua kekuatan di tangannya untuk saat ini, tetapi ia mungkin harus berhati-hati di antara beberapa orang yang paling dekat dengannya begitu dia akhirnya naik takhta. [ Asia Times]