Sedangkan vaksin corona dari BioNTech/Pfizer maupun Moderna menggunakan metode terbaru, berupa pemanfaatan partikel genetik RNA virus, jadi bukan virus aslinya. Karena itu belum banyak diketahui, bagaimana sistem kekebalan tubuh bereaksi setelah divaksinasi.
JERNIH– Pada prinsipnya, sebuah vaksin bisa meringankan gejala sakit. Atau dalam kasus ideal, bahkan mencegah jangan sampai orang jatuh sakit.
Tapi terkait keampuhan dan efek vaksin corona, masih terlalu sedikit hasil riset yang tersedia. Seberapa lama perlindungan vaksin corona bertahan? Seberapa jauh vaksin membantu mengurangi penyebaran virus atau bahkan menghentikan pandemi Covid-19? Juga belum diketahui, apakah mereka yang sudah divaksin tetap bisa menularkan virus corona?
Yang sudah jelas: Jika divaksin dua dosis, baik vaksin BioNTech/Pfizer maupun vaksin Moderna memberikan perlindungan hingga 95 persen terhadap virus corona. Demikian hasil riset selama ini. Pada fase 3 uji klinis, BioNTech/Pfizer melakukan uji kandidat vaksin pada sekitar 44.000 orang dan Moderna pada sekitar 33.000 responden.
Lembaga pemantau pandemi Jerman, Robert Koch-Institut (RKI) sejauh ini belum mengetahui, apakah mereka yang sudah divaksin dapat menularkan virus corona dan dalam skala sebesar apa? “Data yang sejauh ini tersedia, tidak memungkinkan asesmen menyangkut keampuham vaksin Covid-19 berbasis mRNA, dikaitkan dengan pencegahan atau pengurangan transimisi virus”, demikian pernyataan RKI.
Karena itu, hingga data tersedia dan menunjukkan, vaksinasi terbukti melindungi kita dari penularan, protokol kesehatan tetap harus ditaati. Prokes yang paling umum adalah: pemakaian masker, menjaga jarak dan menerapkan higiene
Dua jenis imunitas
Yang paling ideal adalah jika vaksinasi corona melindungi orang, agar sejak awal tidak terinfeksi. “Sejauh ini belum ada bukti vaksin corona menciptakan apa yang disebut “imunitas mensterilkan”. Demikian penjelasan pusat informasi kesehatan federal Jerman.
“Sejauh ini belum ada datanya. Hasil vaksinasi baru bisa diperoleh beberapa bulan mendatang”, lapor jawatan kesehatan Jerman itu. Imunitas menjadi salah satu aspek penting bagi imunitas kelompok atau “herd immunity“, dimana virusnya tidak lagi menular diantara orang yang sudah divaksin.
Hingga kini belum ada data bahwa vaksin mRNA baik produksi BioNTech/Pfizer maupun Moderna mencegah orang yang divaksinasi terinfeksi virus corona. Sejauh ini belum ada jawaban tegas, bagi pertanyaan apakah orang yang sudah mendapat vaksinasi masih bisa menularkan virus?
Dan jika bisa separah apa? Jawaban yang ada, hanya “kemungkinan” atau “boleh jadi”. Padahal yang diharapkan adalah, vaksinasi mencegah orang terinfeksi, dan dengan begitu tubuh sama sekali tidak mengandung virus yang bisa ditularkan.
Jika yang tercapai dengan vaksin baru itu adalah apa yang disebut “imunitas fungsional”, artinya orang yang divaksinasi tidak terhindar dari penularan virus. Jawaban sistem kekebalan tubuh, “hanya” mencegah orang yang divaksin menjadi sakit atau mencegah munculnya gejala sakit berat.
Dengan begitu, secara teoritis orang yang sudah divaksinasi masih bisa menularkan virusnya. Karena vaksin tidak mencegah perkembangbiakan virus, melainkan hanya menetralisir penyakit atau meringankan gejala penyakitnya. Dalam tema ini, para pakar medis juga menyebutkan, masih menunggu hasil riset lebih lanjut.
Tidak ada vaksin yang ampuh 100 persen
Hingga kini, tidak ada satu pun vaksin yang ada di pasaran, bukan hanya vaksin corona, yang memiliki keampuhan 100 persen. Memang target para peneliti adalah efikasi 100 persen, namun hal itu nyaris mustahil tercapai.
Misalnya, vaksin anti campak Jerman atau rotella efikasinya sekitar 93 hingga 99 persen. Bahkan vaksin flu musiman, menurut data Robert Koch-Institut efikasinya pada musim flu 2019/2020 antara 61 hingga 73 persen, tergantung dari varian virus influenzanya.
Namun beragam vaksin yang diproduksi sebelumnya, menggunakan metode konvensional dalam prosesnya, yakni memanfaatkan virus atau bakteri yang mati atau dilemahkan. Vaksin virus mati, biasanya tidak bisa menular kepada orang lain. Sementara vaksin virus hidup mengandung virus yang dilemahkan, yang dalam jangka waktu empat sampai delapan minggu setelah vaksinansi, bisa ditularkan kepada orang lain.
Sedangkan vaksin corona dari BioNTech/Pfizer maupun Moderna menggunakan metode terbaru, berupa pemanfaatan partikel genetik RNA virus, jadi bukan virus aslinya. Karena itu belum banyak diketahui, bagaimana sistem kekebalan tubuh bereaksi setelah divaksinasi.
Banyak yang masih ragu, vaksin corona terbaru itu ampuh atau tidak? Semua juga tahu, vaksinasi bukan hanya masalah hitam atau putih. Bukan hanya pada vaksin Covid-19 saja, pada semua vaksin ada zona abu-abu dan beragam efek. Progam vaksinasi untuk semua orang, yang kini sudah dimulai di banyak negara, diharapkan bisa mengurangi tingkat keparahan penyakit pada mereka yang mendapat vaksinasi. Yang juga sudah jelas, vaksinasi bukanlah kartu jaminan, bahwa kita bisa kembali hidup tanpa beban, seperti sebelum pandemi melanda. [Deutsche Welle]