Site icon Jernih.co

Militer India-Pakistan Kembali Saling Bunuh di Perbatasan

Seseorang tengah memperhatikan Desa Tithwal (sebelah kanan), yang berada dekat Garis Kontrol di Distrik Kupwara di Jammu-Kashmir. Foto: AFP

Modi tahun lalu membual bahwa Pakistan akan “menggigit debu” dalam tujuh sampai 10 hari jika memulai perang baru. Khan menjawab bulan lalu bahwa India akan mendapat tanggapan yang “sesuai” jika mencoba melakukan sesuatu.

JERNIH—Proyektil dan peluru yang melesat dari kedua belah pihak—India dan Pakistan–kini lebih besar dan lebih cepat dari sebelumnya, melintasi garis gencatan senjata Kashmir, membunuh dan melukai orang-orang dalam konflik yang mengakar selama lebih dari dua dekade.

Zameer Ahmad sedang membangun bunker komunitas di sisi India dari perbatasan yang disengketakan di wilayah Himalaya–secara resmi dikenal sebagai Line of Control (LoC)–ketika peluru sniper yang ditembakkan dari wilayah yang dikuasai Pakistan menghantam tanah di dekatnya.

Ahmad dan rekannya Sadakat Hussain, berlindung di balik tembok di Desa Simari. “Kami akhirnya memutuskan untuk lari tapi kami berdua tertembak,” kata pria berusia 26 tahun itu.

Ahmad terkena peluru di perutnya dan sekarang harus memakai kantung kolostomi. Hussain, 23, berjalan pincang karena kakinya terluka. “Ini menakutkan, kami tidak tahu mengapa penembakan dimulai,” kata Hussain, berbicara selama kunjungan ke zona perbatasan yang diorganisasi militer India.

Kisah serupa diceritakan di kedua sisi sepanjang 344 kilometer, di tengah pembicara-an yang semakin sengit antara dua negara bertetangga yang sama-sama bersenjata nuklir itu. Keduanya telah berperang dua kali di wilayah tersebut dalam tujuh dekade terakhir.

Puluhan warga sipil telah tewas tahun ini, dan sebuah mobil misi pengamat PBB terkena peluru pada bulan Desember.

India mengatakan, setidaknya 10 anggota pasukannya telah terbunuh oleh peluru artileri atau tembakan penembak jitu dari Kashmir yang dikuasai Pakistan, sejak awal November.  Mereka mengklaim Pakistan melanggar perjanjian gencatan senjata 2003 lebih dari 5.000 kali tahun lalu, jumlah tertinggi sejak perjanjian dimulai.

Sekitar 20 warga sipil tewas selama setahun, termasuk sebuah insiden masuknya drone yang menjatuhkan granat ke wilayah India.

Sementara Pakistan juga menuduh India melakukan lebih dari 3.000 pelanggaran dalam 12 bulan, menyebabkan 29 tewas, 250 warga sipil terluka, dan ratusan bangunan hancur atau rusak. Jura, hanya empat kilometer dari LoC di Lembah Neelum, merupakan daerah Pakistan terparah karena serangan India, kata Pakistan.

Penembakan bisa berlangsung berjam-jam atau berhari-hari, kata penduduk kota. Separuh rumah mengalami kerusakan akibat ledakan dan lahan pertaniannya dipenuhi kawah. “Sebagian besar waktu kami mengurung diri di rumah kami. Ini adalah perang terhadap kami,”kata Amna Bibi, 40 tahun, saat mencuci pakaian di luar rumahnya.

Di desa terdekat Chilyana, 500 penduduk desa itu juga jarang keluar rumah. “Saat kami berangkat pagi untuk membuka toko, kami tidak tahu apakah kami akan pulang,” kata Khawaja Zubair Ahmad.

Dengan masing-masing pihak saling menyalahkan, penembakan itu berada pada tingkat berbahaya.

Warga setempat mengatakan, ketegangan telah meningkat sejak Februari 2019 ketika India melancarkan serangan udara di wilayah Pakistan, setelah seorang pembom bunuh diri menewaskan 40 tentara India di Kashmir.

India mengatakan Pakistan menggunakan penembakan untuk menutupi upaya penyusupan militan yang kian meningkat ke seberang jalur, untuk memicu pemberontakan.

Pakistan sendiri jelas marah dengan pencabutan status semi-otonom Kashmir, wilayah mayoritas Muslim di India, pada tahun 2019. “Sebuah langkah yang dianggap Islamabad sebagai provokasi yang sangat serius,” kata Michael Kugelman, seorang spesialis Asia Selatan di lembaga think tank Wilson Center di Washington.

Penduduk di sisi India mengatakan, Pakistan sengaja memutus pasokan air mereka untuk pertanian. Sementara Pakistan mengeluhkan penutupan jembatan yang hingga tahun lalu digunakan untuk menyatukan keluarga yang terpecah.

Khaleel-ul Rahman, kepala Desa Sudhpura di sisi India, bergegas ke kandang sapinya dan tinggal bersama hewan-hewan itu ketika serangan tengah malam dimulai.

Desa Sudhpura sangat menderita, bahkan dengan standard kekerasan di Kashmir. Dikelilingi di tiga sisi oleh Kashmir yang dikelola Pakistan dan sepertiga dari desa itu berada di sisi Pakistan.

Proyektil artileri juga kadang jatuh di pasar terbuka dan anak-anak bersekolah. “Orang-orang panik. Ini seperti penyerbuan,”kata kepala sekolah setempat Mansoor Ahmad.

Para pengamat mengatakan, baik India maupun Pakistan tampaknya tidak ingin terburu-buru menemukan solusi. Pemerintah nasionalis Hindu di New Delhi dan pemerintahan Muslim di Islamabad memiliki dendam yang terlalu mengakar.

“Sejarah hubungan India-Pakistan memiliki lebih banyak titik terendah daripada tertinggi, dan saat ini kita mengalami penurunan yang sangat buruk dan berkepanjangan,”kata Kugelman. “Hanya ada sedikit insentif di kedua sisi untuk meredakan ketegangan.”

Perdana menteri yang bersaingan–Narendra Modi dan Imran Khan–keduanya menawarkan hubungan yang lebih baik selama menjabat. Modi bahkan mengunjungi Pakistan, tetapi upaya mereka ditolak oleh yang lain.

Modi tahun lalu membual bahwa Pakistan akan “menggigit debu” dalam tujuh sampai 10 hari jika memulai perang baru. Khan menjawab bulan lalu bahwa India akan mendapat tanggapan yang “sesuai” jika mencoba melakukan sesuatu. [South China Morning Post]

Exit mobile version